"Jadi dari Kementerian Agama ada upaya menerjemahkan Alquran ke Bahasa Banyumasan. Ini seiring dengan upaya melestarikan sejumlah bahasa daerah yang terancam punah," kata Thohari usai Peluncuran Alquran Terjemahan Bahasa Daerah dan Kamus Istilah Keagamaan di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, Banyumasan sejatinya sudah mulai terancam punah sejak otoritas Kerajaan Mataram di Jawa melakukan politisasi bahasa.
"Bahasa Banyumasan itu bahasa yang lebih tua ketimbang bahasa Jawa yang sekarang banyak dipakai. Bahasa Banyumasan telah ada sejak abad ke-7. Di abad ke-16 mulai dipolitisasi Kerajaan Mataram dengan mengubah Bahasa Kuna yang sifatnya lebih egaliter," kata penulis Novel Trilogi "Ronggeng Dukuh Paruk" ini.
Bahasa Jawa yang ada sekarang ini, kata dia, merupakan buah dari politisasi Mataram di masa lampau. Dalam "bahasa kraton" ini sengaja disematkan nilai-nilai etika sehingga Bahasa Jawa memiliki tingkatan-tingakatan yang dikenal dengan istilah "ngoko", "kromo madyo" dan "kromo alus".
Sementara Banyumasan, lanjut dia, tidak memiliki strata bahasa seperti Bahasa Jawa sehingga sejatinya "bahasa inyong" lebih memiliki jiwa egaliter dan demokrasi.
Menurut dia, banyak yang tidak tahu Banyumasan atau "Jawa Kuna" sebetulnya adalah bahasa asli masyarakat Jawa sebelum muncul pengaruh Kerajaan Mataram.
Atas dasar itu, Thohari mengapresiasi upaya Kemenag yang menerbitkan terjemahan Alquran dalam Bahasa Banyumasan.
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015