• Beranda
  • Berita
  • Pansus Pelindo temukan indikasi pelanggaran kontrak JITC

Pansus Pelindo temukan indikasi pelanggaran kontrak JITC

4 Desember 2015 13:05 WIB
Pansus Pelindo temukan indikasi pelanggaran kontrak JITC
Rieke Diah Pitaloka (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
Jakarta (ANTARA News) - Panitia Khusus Angket Pelindo II menemukan indikasi pelanggaran Undang-Undang dalam kontrak perpanjangan konsensi Terminal Peti Kemas Jakarta (JICT), setelah memanggil Direktur Utama PT Pelindo II, RJ Lino pada Kamis (3/12) malam.

"Ada indikasi pelanggaran secara terang-terangan terhadap UUD 1945, putusan MK, UU Pelayaran, UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara dan beberapa peraturan perundang-undangan," kata Ketua Pansus Pelindo II, Rieke Diah Pitaloka, di Jakarta, Jumat.

Dia menjelaskan, dalam surat tertanggal 7 Juli 2015 perihal pembagian saham pengelolaan JICT terungkap hal bertolak belakang dengan apa yang diungkapkan manajemen Pelindo II.

Menurut dia, dalam surat yang disebut kontrak final itu disebutkan Pelindo II memperoleh 48,9 persen, Hutchinson Port Holding 51 persen, dan Koperasi Pegawai Kemaritiman 0,10 persen.

"Komisaris Pelindo II pun tidak tahu ada kontrak final. Saya tidak mau menyebut ini kebohongan publik atau bukan, namun masyarakat bisa menilainya," ujar Rieke.

Dia menjelaskan dalam Peraturan Presiden Nomor 39 tahun 2014 tentang Penanaman Modal disebutkan maksimal saham untuk Penanaman Modal Asing adalah 49 persen.

Dia mengatakan, kuasa hukum PT. Pelindo II, Soemadipraja & Taher saat dipanggil Pansus pada Rabu (2/12) menyatakan bahwa Perpres 39 tahun 2014 harus diikuti dan apabila melanggar disarankan diberi sanksi.

"Dengan bukti itu, penasihat hukum yang disewa Pelindo II saja mengatakan ada pelanggaran aturan dan seharusnya diberikan sanksi oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)," katanya.

Selain itu, menurut dia, RJ Lino tetap bersikeras bahwa tidak perlu ada konsesi untuk perpanjangan kontrak pengelolaan pelabuhan.

Namun dia mengatakan, Pansus telah mendengar pendapat Menko Kemaritiman Rizal Ramli, Menteri Perhubungan Igansius Jonan, dan mantan Menhub E.E Mangindaan, semuanya menilai diperlukan konsesi.

"Lalu dikatakan bahwa lebih menguntungkan jika kontrak diperpanjang sebelum habis yaitu 2019 dan diperpanjang 2015," ujarnya.

Perpanjangan kontrak, menurut dia, dilakukan pada tahun 2011 hingga November 2015 sehingga tanpa adanya konsesi, apa pun yang dilakukan di pelabuhan adalah ilegal.

Dia mengatakan rapat Pansus dengan Dirut Pelindo II dan jajarannya akan dilanjutkan pada Jumat (4/12) pukul 13.30 WIB untuk mendalami perhitungan kontrak JICT.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015