"Reaktor nuklir III+ sangat modern, karena dilengkapi dengan sistem keamanan modern dan memenuhi semua persyaratan keselamatan setelah insiden Fukushima," ujar Zaki di Jakarta, Selasa.
Reaktor semacam itu mampu bertahan menghadapi berbagai bencana alam, termasuk gempa bumi.
"Sekiranya Indonesia memutuskan untuk go nuclear, kita harus memilih reactor dengan generasi terbaru juga, setidaknya generasi III atau III+, untuk menghindari kecelakaan seperti yang terjadi di Fukushima, Chernobyl atau kecelakaan nuklir di Three Mile Island," jelas dia.
Sebelumnya, Mesir dan Rusia menandatangani nota kesepahaman (MoU) untuk memperkuat kerja sama pembangunan dan operasional empat unit Pembangkit Tenaga Nuklir (PLTN) yang masing-masing berkapasitas 1.200 MW.
Nota kesepahaman mengenai Pengawasan Lingkungan dan Teknologi Nuklir dan Badan Regulasi Keamanan Nuklir dan Radiologi juga telah ditandatangani untuk memfasilitasi pembangunan infrastruktur nuklir di Mesir.
Nota kesepahaman itu ditandatangani oleh Menteri Listrik dan Energi Mesir Mohamed Shaker dan Direktur Utama Rosatom, BUMN Nuklir asal Rusia, Sergey Kirienko, yang disaksikan oleh Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi.
Dokumen tersebut secara spesifik menjelaskan perihal persediaan bahan bakar nuklir untuk masa depan PLTN, kewajiban yang perlu dilangsungkan dalam operasionalnya, pemeliharaan, dan perbaikan unit PLTN.
Direktur Umum Rosatom, Sergey Kirienko, mengatakan proyek PLTN di Dabaa, Mesir, akan menjadi proyek kerja sama terbesar antara Rusia dan Mesir semenjak proyek bendungan di Aswan.
"PLTN pertama tersebut akan menjadikan Mesir terdepan dalam hal energi jika dibandingkan dengan wilayah sekitarnya serta menjadikan Mesir satu-satunya negara dengan PLTN berteknologi III+ Gen di wilayahnya," kata Kirienko.
Pewarta: Indriani
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015