• Beranda
  • Berita
  • Mendorong program diversifikasi BBM ke BBG untuk kendaraan

Mendorong program diversifikasi BBM ke BBG untuk kendaraan

15 Desember 2015 20:35 WIB
Mendorong program diversifikasi BBM ke BBG untuk kendaraan
Kendaraan menggunakan CNG (foto : Ditjen Migas Kementerian ESDM)
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menargetkan program diversifikasi bahan bakar minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) segera terwujud.

Dirjen Migas Kementerian ESDM IGN Wiratmaja memaparkan beberapa keuntungan yang didapat jika menggunakan BBG, salah satunya adalah BBG lebih ekonomis dibanding BBM.

Selain itu gas alam juga dianggap lebih bersih bila dibandingkan dengan BBM, karena emisi gas buangnya yang rendah dan bersifat ramah lingkungan.

Kasram (40) yang berprofesi sebagai pengemudi bajaj mengaku bahwa kini punya penghasilan lebih baik sejak mengganti bajaj tua oranyenya dengan bajaj biru bahan bakar gas (BBG).

"Pakai BBM bisa habis Rp45 ribu setiap hari, sekarang hanya Rp15 ribu. Kalau dihitung perbulannya bisa hemat sampai Rp900 ribu," kata Kasram yang jadi pengemudi bajaj sejak tahun 90-an.

Kasram, yang ditemui saat mengisi BBG di Monas, Jakarta Pusat, mengatakan setiap hari bisa membawa uang lebih banyak ke rumah.

"Alhamdulillah, sekarang ada sisa uang lebih banyak yang bisa dibawa ke rumah," kata warga Pademangan Jakarta Utara itu.

Satu liter BBM jenis Premium saat ini Rp7.400 per liter, sementara harga compressed natural gas hanya Rp3.100 per Liter Setara Premium (LSP) dengan jarak tempuh yang sama, 8-9 kilometer.

Potensi penghematan dari program konversi BBM ke BBG bagi kendaraan pengguna bensin mencapai sekitar Rp1 juta per bulan dan bagi pengguna solar mencapai Rp615 ribu per bulan.

Rekan Kasram sesama pengemudi bajaj, Darori, juga menyebutkan keuntungan lain menggunakan BBG yaitu knalpotnya tidak bising dan tidak berasap.

"Saya tidak dimarahi pengguna motor lagi sejak pakai BBG," katanya. Darori juga merasakan mesin jadi lebih awet dibandingkan memakai BBM. Bajaj biru dengan bunyi mesin lembut, ramah lingkungan, dan membuat untung pengemudinya cuma satu contoh nyata manfaat penggunaan BBG.

Saat ini BBG ada dua jenis yaitu LGV (gas cair yang bahan dasarnya hampir sama dengan elpiji) dan CNG (gas alam yang dikompresi).

LGV sebagian besar adalah impor sehingga bukan menjadi prioritas pemerintah meski tetap dikembangkan.

CNG menjadi prioritas karena Indonesia memproduksi dalam jumlah yang cukup banyak.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, dalam berbagai kesempatan menyebutkan bahwa penggunaan BBG adalah masa depan Indonesia.

BBG jadi pilihan karena harganya relatif stabil dan produksi yang cukup banyak di Indonesia akan meningkatkan ketahanan energi nasional.

Penggunaan BBG juga mengurangi ketergantungan BBM yang sebagian besar adalah impor.

Semakin banyak kendaraan yang beralih dari BBM ke BBG juga akan mengurangi polusi udara, selain tentunya memberi manfaat untuk negara yaitu penghematan devisa. "Regulasi dan kewajiban menggunakan gas masih harus didorong," kata Menteri ESDM.

Yang menjadi tantangan saat ini, lanjutnya, adalah pembangunan infrastruktur dan dukungan dari industri.

Pemerintah memperkirakan perlu 5 tahun untuk membuat semua infrastruktur gas di Indonesia terkoneksi.

"Ibaratnya itu puzzle-nya belum utuh. Titiknya belum terkoneksi," kata Menteri. Dia mencontohkan hal yang masih harus dibangun adalah koneksi antara suplai, infrastruktur gas, maupun ketersediaan konventer kit di kendaraan.

Lebih aman
Tantangan lain program diversifikasi BBM ke BBG ini adalah masih ada mitos di sebagian masyarakat bahwa BBG gampang meledak.

Padahal, gas khususnya jenis CNG lebih aman dibandingkan minyak, karena jika terdapat kebocoran pada tabung CNG, gas yang keluar akan langsung menguap dan hilang, sehingga tidak sempat terbakar.

"Kebakaran pada TransJakarta misalnya, terjadi karena hubungan arus pendek atau korsleting listrik, bukan karena gasnya. Karena gas CNG kalau bocor langsung hilang ke udara, beda dengan gas LPG," ujar Dirjen Migas Kementerian ESDM IGN Wiratmaja.

Selain itu tantangan lain terkait harga konverter kit yang dianggap mahal, pemerintah menerbitkan Perpres 125/2015 tentang Perubahan atas Perpres 64/2012 Penyediaan, Pendistribusian dan Penetapan Harga Bahan Bakar Gas untuk Transportasi Jalan.

Dengan Perpres itu, pemerintah akan memberikan bantuan konverter kit dan pemasangannya secara gratis kepada kendaraan bermotor angkutan penumpang umum dan hanya berlaku sekali.

Gugus tugas
Untuk mempercepat diversifikasi BBM ke BBG, pemerintah belum lama ini membentuk Tim Gugus Tugas Implementasi Pemanfaatan Bahan Bakar Gas.

Gugus tugas atau task force tersebut akan bekerja selama satu tahun dan mulai 1 Januari 2016, akan bekerja melakukan studi kelayakan guna mempercepat program diversifikasi energi sebagai bagian agenda prioritas program kerja pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla (Nawacita).

Task force tersebut beranggotakan unsur kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Dewan Energi Nasional (DEN), Kementerian Dalam Negeri, pemerintah daerah, dan asosiasi SPBG.

IGN Wiratmaja mengemukakan pemerintah memiliki "roadmap" diversifikasi BBM ke BBG dalam lima tahun ke depan.

Hingga tahun 2019, pembangunan SPBG ditargetkan mencapai hampir 300 stasiun. Data tersebut menunjukkan pembangunan SPBG hingga akhir tahun 2015 telah mencapai 18 SPBG dari total target 22 SPBG, di luar jumlah 55 SPBG yang telah eksisting.

"Sampai saat ini sudah ada lebih dari 50 SPBG, tahun ini bangun 18, belum lagi yang dari PGN dan swasta," kata Wiratmaja.

Wilayah diversifikasi BBM ke BBG dalam 5 tahun pertama meliputi Jabodetabek, Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Bali, Batam, Palembang, Riau, Jambi, Samarinda, Balikpapan.

Dalam 10 tahun mendatang, penggunaan BBG diperkirakan akan terus meningkat sehingga diversifikasi ke BBG akan mencakup Medan, Lampung, Bengkulu, Bandung, Semarang, Makassar, Banjarmasin, dan Kendari.

Ditjen Migas Kementerian ESDM untuk 2016 menganggarkan 5.000 paket konversi BBM ke BBG untuk nelayan dan 1.000 paket konversi BBM ke BBG untuk kendaraan.

Insentif
Wiratmaja mengatakan mobil berbahan bakar gas seharusnya diberi insentif seperti yang diberikan pemerintah pada mobil murah ramah lingkungan alias Low Cost and Green Car (LCGC).

"Kalau saja mobil ini diperlakukan sama dengan LCGC yang tidak kena PPnBm, maka harga mobil berbahan bakar gas dan BBM akan sama tapi treatment sama dengan LCGC," kata Wiratmaja.

Keinginan Ditjen Migas ESDM seirama dengan rekannya di Ditjen Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian (ILMATE).

"Kami tengah menyusun peta jalan Low Carbon Emission Vehicle (LCEV), yang didalamnya mengatur tentang kendaraan berbahan bakar ramah lingkungan, termasuk BBG," kata Dirjen ILMATE I Gusti Putu Suryawirawan.

Kemenperin akan mengusulkan insentif fiskal setelah peta jalan tersebut selesai dibuat.

Di pihak lain, produsen otomotif di Indonesia mengaku siap untuk memproduksi mobil berbahan bakar CNG, termasuk memasang konverter kit dari pabrik untuk kendaraan baru, maupun pemasangan pada kendaraan yang sudah beredar dan berbahan bakar bensin.

Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie D. Sugiarto optimistis bahwa mobil berbahan bakar CNG akan diminati, karena harga BBG yang jauh murah daripada harga bensin.

Sementara itu, PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) mengemukakan telah memiliki kapasitas untuk memproduksi mobil berbahan bakar CNG maupun konverter kit.

TMMIN kini menunggu terlebih dulu hasil studi kelayakan terkait Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara untuk memproduksi kendaraan umum berupa taksi berbahan bakar CNG.

Hingga saat ini SPBG yang sudah beroperasi antara lain berlokasi di Surabaya, Semarang, Jawa Barat, Jakarta, Banten, Palembang, Pekanbaru, dan Balikpapan. Sedangkan yang masih dalam proses pembangunan antara lain berlokasi di Lampung, Batam dan Bekasi.

CNG merupakan bahan bakar ramah lingkungan yang cocok dikembangkan di Indonesia, karena sumber gas yang melimpah serta teknologi yang dimiliki mampu memproduksi mobil tersebut.

Indonesia seharusnya bisa menyaingi negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand yang sudah memasyarakatkan penggunaan BBG.

Malaysia ketika memulai program tersebut kendaraan BBGnya sudah lebih dari 100 ribu unit sedangkan Thailand pada tahun 2007 sudah mencatat 2,5 kendaraannya memakai gas.

foto-foto terkait bisa dilihat di sini.


Editor: Copywriter
Copyright © ANTARA 2015