Turis mancanegara pun ikut berebut mengambil isi gunungan dalam upacara Grebeg Maulud Sekaten Tahun 1949 Jimawal atau 1437 Hijriyah itu.
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat membuat tujuh gunungan dalam upacara itu, antara lain tiga gunung lanang, satu dibawa ke Puro Pakualaman dan satu buah dibawa ke Kepatihan.
Selain itu ada satu gunung wadon, satu gunung gepak, satu gunung dharat dan satu gunung pawuhan.
"Kami datang ke sini untuk melihat Grebeg Maulud dan ikut berebut gunungan supaya dapat berkah," kata Mujirah, warga Magelang (Jawa Tengah) yang datang ke Yogyakarta untuk melihat Gerebeg Mulud.
Mujirah sudah menunggu di depan Masjid Kauman sejak 08.00 WIB supaya bisa masuk ke halaman masjid. Saat itu sudah banyak warga yang berkumpul di masjid tersebut.
"Saya masih bersyukur dapat makanan dari gunungan," kata Mujirah, yang rela berdesakan hingga kakinya sering terinjak pengunjung lain demi mendapatkan makanan itu.
Gunungan Grebeg Maulud yang diarak dari Keraton Ngayogykarta Hadiningrat tiba di Masjid Kauman sekitar pukul 10.05 WIB.
Imam Imam Masjid Kauman membacakan doa saat gunungan tiba. Namun sebelum sang imam selesai membaca doa, warga sudah berdesakan memperebutkan isi gunungan.
Akibatnya tiga warga yang pingsan saat berebut gunungan, dan puluhan lainnya mengalami dehidrasi sehingga harus dirawat di Posko Palang Merah Indonesia yang ada di dekat masjid.
Personel Pareanom Tari Nanox mengatakan 75 petugas sudah dikerahkan untuk mendukung kelancaran upacara Grebeg Maulud Sekaten.
Meski ada yang pingsan dan harus menjalani perawatan, dia mengatakan, secara keseluruhan acara berjalan lancar tanpa kejadian serius.
"Sejauh ini tidak ada kejadian yang serius. Prosesi Grebeg Maulud berjalan lancar meski warga berdesak-desakan," katanya.
Pewarta: Sutarmi
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015