Pesan di balik eksekusi massal Arab Saudi

3 Januari 2016 23:51 WIB
Pesan di balik eksekusi massal Arab Saudi
Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud (ANTARA FOTO/Setpres-Editiawarman)
Riyadh (ANTARA News) - Ekeskusi ulama Syiah oleh Arab Saudi memicu kemarahan sektarian di seluruh Timur Tengah, penghukum-matian puluhan tersangka Alqaeda pada saat bersamaan juga memberi pesan yang kuat bahwa kekerasan Sunni tidak akan ditoleransi di dalam negeri Saudi.

Riyadh menyadari bahwa eksekusi mati Nimr al-Nimr dan tiga warga Syiah lainnya atas keterlibatan mereka pada penembakan polisi bakal memicu kemarahan dan protes di dunia, namun Saudi sepertinya telah memperhitungkan bahwa konsekuensinya akan bisa dikendalikan.

Di tengah gejolak kawasan yang meningkat dan serangkaian pemboman serta penembakan yang menewaskan lebih dari 50 orang Saudi sejak akhir 2014, eksekusi  Riyadh atas 43 jihadis adalah peringatan bahwa dukungan domestik terhadap kelompok Sunni militan akan dihentikan.

Baca :  Saudi eksekusi 47 tersangka teroris, termasuk ulama Syiah

Awadh al-Qirni, ulama Sunni terkemuka yang mendukung pemerintah melawan para jihadis, mencuit bahwa eksekusi Saudi itu adalah "pesan kepada dunia dan kepada para kriminal bahwa tidak boleh mengorbankan prinsip-prinsip kita dan tidak boleh berpuas diri untuk keamanan kita".

Keluarga kerajaan Al Saud menganggap ekspansi pengaruh Iran yang Syiah di Timur Tengah sebagai ancaman terhadap keamanan mereka dan ambisi mereka sebagai pemimpin dunia Arab.

Di dalam negeri Saudi sendiri ancaman dari pemberontak Sunni sebagai yang paling membahayakan dinasti kerajaan yang memerintah di bawah dukungan kaum konservatif di dalam negeri dan aliansi dengan Barat.

Baca : Iran ancam Saudi karena eksekusi ulama Syiah

Semua ancaman di masa lalu terhadap keluarga Al Saud, dari pemberontakan suku pada 1920-an sampai kerusuhan 1960-an, pendudukan Masjidil Haram pada 1979 dan demonstrasi pada 1990-an, disebabkan oleh kemarahan kaum konservatif terhadap modernisasi atau hubungan dengan Barat.

Itulah yang menjadi alasan pemberontakan Alqaeda mulai terjadi pada 2003, dan menyerang Al Saud dengan menafsirkan sendiri Salafisme, sebagai membahayakan. Itulah mengapa gerakan jihadis terakhir dari ISIS juga dianggap masalah.

Meski ISIS tidak mendapat dukungan nyata Saudi, beberapa orang Saudi mungkin bersimpati pada tujuan lebih luas ISIS dengan menyetujui retorika melawan Syiah dan Barat serta kritik terhadap korupsi pada keluarga kerajaan Al Saud.

Baca : Arab Saudi putuskan hubungan diplomatik dengan Iran

Dengan mengeksekusi para ideolog dan penyerang Alqaeda, Riyadh tengah menunjukkan tekadnya menghancurkan dukungan untuk alasan para militan.

Dan dengan menghukum mati empat warga Syiah yang membuat marah Iran, adalah pesan kepada kaum Sunni konservatif bahwa Al Saud masih berada di pihak Sunni, demikian Reuters.


Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016