"Penangkaran maleo sudah dimulai pada sekitar 2007 di Desa Saluki, Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Konservasi Sigi," kata Kepala Balai Besar TNLL, Sudayatna di Palu, Selasa.
Ia mengatakan penangkaran maleo di desa itu terletak sekitar tiga kilometer dari Sakuki.
Luas areal penangkaran saat ini baru mencapai empat hektare dan ke depan akan ditingkatkan sampai 20 hektare.
Hingga kini, kata Sudyatna sistem penangkaran dilakukan secara semi alami. "Rencananya pada 2016 ini, kita akan tingkatkan sistem penangkaran inkubator," kata dia.
Tetapi bukan berarti akan menghilangkan sistem semi alami tetap dipertahankan.
Pihak TNLL berharap melalui sistem inkubator dapat meningkatkan hasil penetasan telur maleo lebih baik dari sistem semi alami.
Dia mengaku dengan sistem semi alami selama ini hanya 50 persen telur maleo berhasil ditetaskan menjadi anak maleo. Sementara 50 persen lagi gagal.
Kemungkinan besar dengan sistem penetasan melalui inkubator, prosentase penetasan telur maleo akan lebih besar karena panasnya akan diatur dan disesuaikan.
Ke depan juga akan dibangun penangkaran tarsius di Desa Kadidia dan Kamarora, Kecamatan Nokilalaki, Kabupaten Konservasi Sigi.
Hanya saja, pengembangan sistem penangkaran maleo di Desa Saluki akan menjadi priortas utama di 2016 ini mengingat maleo merupakan salah satu dari empat jenis satwa langka yang terancam punah di Sulteng.
Pewarta: Anas Masa
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016