Diplomat Jamal Benomar mengatakan dialog itu harus dimediasi secara berimbang dan memiliki waktu yang jelas setelah upaya Uganda gagal untuk menengahi kesepakatan dan mengakhiri bulan-bulan kekerasan di Burundi.
Pada Kamis, 15 duta besar DK PBB dalam waktu kurang dari satu tahun akan berkunjung untuk kedua kalinya ke Burundi. Mereka berharap dapat mencegah kemungkinan terciptanya kembali perang habis-habisan.
"Ada harapan bagi warga Burundi untuk bersama-sama mencari cara untuk dapat bergerak maju," kata Benomar.
"Bagi Burundi untuk melakukan hal ini, mereka akan membutuhkan proses inklusif yang dimediasi secara berimbang. Proses yang memiliki jangka waktu yang jelas, sebuah agenda, suatu kesepakatan tentang siapa yang akan berpartisipasi, dan ini adalah hal-hal yang kita tidak punya," lanjut dia.
Utusan itu tidak mengatakan bahwa PBB harus mengambil peran mediasi tersebut, tetapi badan dunia itu telah meningkatkan kehadirannya di Burundi dengan pengiriman tim beranggota 20 orang pekan ini.
Burundi mengalami peristiwa pertumpahan darah pada April ketika Presiden Pierre Nkurunziza mengumumkan niatnya untuk mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga yang kontroversial, di mana ia memenangkan pemilihan pada Juli.
Ratusan orang telah tewas dalam peristiwa kekerasan dan sekitar 70.000 warga Burundi telah melarikan diri ke negara-negara tetangga.
Kepala urusan HAM PBB Zeid Raad al-Hussein pekan lalu mengatakan "semua sinyal peringatan, termasuk peningkatan dimensi etnis dalam krisis (di Burundi), menyala merah". Untuk itu, dia menyerukan diadakannya penyelidikan mendesak tentang kasus pelanggaran HAM.
Zeid mengutip adanya tuduhan bahwa pasukan keamanan Burundi telah memperkosa para wanita, membuang mayat-mayat di kuburan massal dan semakin sering melakukan penyiksaan.
Menggambarkan konflik di Burundi sebagai hal yang kompleks, Benomar mengatakan pelanggaran hak asasi itu terjadi "dalam konteks pemberontakan dan kontra-pemberontakan."
Para utusan DK PBB akan tiba di Bujumbura pada Kamis untuk melakukan pertemuan selama dua hari dengan oposisi, masyarakat sipil dan dengan Presiden Nkurunziza.
Para diplomat DK PBB itu juga berencana singgah di Addis Ababa untuk melakukan pembicaraan dengan Uni Afrika mengenai proposal untuk mengirim pasukan penjaga perdamaian ke Burundi setelah pemerintah Burundi menolak tawaran itu.
(Uu.Y012)
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016