Abbas mengatakan selama pertemuan dengan wartawan di Kota Ramallah, Tepi Barat Sungai Jordan, tindakan itu bertujuan "membuat satu mekanisme guna menyelesaikan konflik Palestina-Israel dan melaksanakan gagasan perdamaian Arab".
Gagasan perdamaian Arab --yang disahkan dalam pertemuan tingkat tinggi Arab di Beirut, Lebanon, pada Maret 2002-- menyatakan negara Arab akan menormalkan hubungan dengan Israel jika negara Yahudi tersebut mundur dari wilayah Arab yang direbut dalam Perang Arab-Israel 1967 dan Negara Palestina Merdeka berdiri dengan Jerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Abbas juga mengumumkan bahwa setelah konsultasi dengan Dewan Menteri Urusan Luar Negeri Arab, pimpinan Palestina akan pergi ke Dewan Keamanan PBB "untuk menghentikan perluasan permukiman Yahudi di tanah Palestina, serta menyediakan perlindungan internasional buat rakyat Palestina dari serangan yang dilancarkan Israel, terutama oleh pemukim Yahudi".
Ia menekankan, "Negara Palestina Merdeka dengan ibu kotanya di Jerusalem, di perbatasan 1967, akan terwujud, dan kami akan tetap berada di tanah kami, tak peduli sebesar apa pun tantangannya."
Abbas kembali menegaskan ia takkan menerima kesepakatan apa pun yang ditandatangani dengan pihak Israel jika Israel terus mengabaikan kesepakatan tersebut, demikian laporan Xinhua.
Abbas juga menyatakan ia takkan menerima setiap penyelesaian sementara yang tak memenuhi hak sah rakyat Palestina.
Sepanjang 2015, tak ada tindakan serius untuk melanjutkan pembicaraan perdamaian antara Israel dan Palestina --yang terhenti sejak 2014. Pembicaraan itu berlangsung selama sembilan bulan di bawah penajaan AS, tapi mengalami kegagalan pada awal 2014, akibat perbedaan mendalam mengenai perbatasan dan permukiman Yahudi.
Empat bulan belakangan, gelombang kerusuhan terjadi antara warga Israel dan Palestina. Lebih dari 100 orang Palestina tewas dan ribuan orang lagi cedera di Tepi Barat, Jerusalem Timur, Jalur Gaza, sementara puluhan orang Yahudi tewas dalam serangkaian penembakan, penikaman dan penabrakan mobil yang dilakukan oleh pemuda Palestina.
Semua faksi Palestina, yang menentang proses perdamaian, menyebut gelombang serangan tersebut "intifada" atau perlawanan, sementara Pemerintah Otonomi Nasional Palestina menyebutnya "Ledakan Rakyat" dan menganggap Israel bertanggung jawab atas itu.
Dalam pertemuan pertamanya dengan wartawan pada 2016, Abbas menekankan perlunya untuk membentuk pemerintah persatuan nasional dengan melibatkan semua faksi, termasuk Gerakan Perlawanan Israel (Hamas), dan menyelenggarakan pemilihan umum tiga bulan setelah berdirinya pemerintah baru.
Ia menekankan kesiapan untuk bertemu dengan Hamas bagi perujukan kembali dan mengakhiri perpecahan internal sejak 2007, ketika Hamas dengan kekerasan merebut kekuasaan atas daerah kantung Jalur Gaza.
(Uu.C003)
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016