BMKG: Nunukan terindikasi alami anomali iklim

28 Januari 2016 07:28 WIB
BMKG: Nunukan terindikasi alami anomali iklim
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika - BMKG (istimewa)

Jadi sebenarnya tidak terjadi suhu udara yang ekstrim tapi cuma awan yang kurang sehingga terasa sangat panas

Nunukan (ANTARA News) - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menegaskan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara mengindikasikan terjadinya anomali iklim sejak memasuki 2016.

Kepala BMKG Kabupaten Nunukan, Taruna Mona Rahman di Nunukan, Kamis mengatakan, anomali iklim tersebut belum terdeteksi penyebabnya tetapi memang selama Januari 2016 curah hujan mengalami penurunan dibandingkan pada waktu yang sama tahun sebelumnya.

Ia mengatakan, Kabupaten Nunukan yang tidak memiliki musim ini intensitas hujan turun mendominasi dibandingkan panas namun pada kenyataannya saat ini terbalik yakni panas lebih mendominasi daripada hujan.

Akibatnya masyarakat merasakan panas yang terik padahal suhu udara paling tinggi 32 derajat Celcius.

"Sebenarnya suhu udara masih tetap normal seperti biasa yaitu 32 derajat Celcius. Hanya memang terjadi anomali iklim sejak Januari 2016 di mana suhu panas lebih dominan daripada turunnya hujan makanya terasa panas sekali," ujar taruna Mona Rahman.

Taruna Mona menjelaskan, suhu udara terasa ekstrim akibat kurangnya gumpalan awan karena disebabkan angin yang berhembus pada pagi hingga siang hari kadangkala kencang.

Menurut dia, kurangnya gumpalan awan tersebut menjadikan sinar matahari langsung ke bumi karena tidak ada yang menghalangi sehingga masyarakat merasakan suhu ekstrim.

"Jadi sebenarnya tidak terjadi suhu udara yang ekstrim tapi cuma awan yang kurang sehingga terasa sangat panas," ujar dia seraya menambahkan, anomali iklim tersebut tidak disebabkan adanya kondisi ekstrim.

Kepala BMKG Kabupaten Nunukan ini juga mengatakan, kecepatan angin saat ini mencapai 10 knot per jam yang seringkali berlangsung secara tiba-tiba namun tidak menimbulkan kerusakan terhadap bangunan.

Pewarta: M Rusman
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016