"Kondisi pasien sudah membaik dan operasi pertama berjalan lancar karena ditangani tim dokter ahli," ujar Moeloek, di Denpasar.
Ia mengatakan berdasarkan keterangan tim dokter yang menangani pasien tersebut, kata dia, ginjal yang dimiliki pasien Septian infeksi karena tekanan darah tinggi (hipertensi).
Selain itu, penyakit gagal ginjal juga paling sering disebabkan adanya batu pada organ itu yang mengakibatkan akumulasi hipertensi tersebut.
Menurut dia, program transplantasi ginjal tersebut sejalan dengan upaya pemerintah dalam penanggulangan penyakit ginjal terminal Kementerian Kesehatan, yang menunjuk beberapa rumah sakit tipe A dalam upaya pelayanan tersebut.
"Langkah awal program cangkok ginjal di RSUP Sanglah juga dibantu tim transplantasi ginjal Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo atau FKUI Jakarta," katanya.
Dia sangat prihatin dengan jumlah pasien gagal ginjal di Bai yang melakukan haemodialisa di RSUP Sanglah mencapai 430 pasien per hari.
Biaya untuk cuci darah selama 2014 untuk 600.000 pasien adalah Rp1,3 triliun.
"Sehingga ini menjadi pertanyan besar kenapa mayarakat Indonesia banyak yang menderita gagal ginjal," ujarnya.
Kementerian Kesehatan mencatat penderita gagal ginjal yang menjalani cuci darah (haemodialisa) terus mengalami peningkat atau meningkat empat kali lipat dalam lima tahun terakhir.
Pihaknya memperkirakan pasien yang menderita gagal ginjal terminal di Indonesia dan perlu melakukan cuci darah (haemodialisa) mencapai 15.000 orang.
Namun, pasien yang baru dapat ditangani dengan terapi haemodialisa itu baru 100.000 orang. "Kami menerima laporan dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefrit) setiap tahunnya ada 200.000 kasus baru gagal ginjal stadium akhir," katanya.
Ia menjelaskan, fungsi ginjal sangat sentral yakni melakukan filtrasi racun-racun yang ada di dalam tubuh yang dibuang dalam bentuk urine, sehingga ginjal sangat berperan besar dalam metabolisme tubuh.
Pewarta: I Made Surya
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016