"Mudah-mudahan dengan UU ini maka permasalahan-permasalahan itu bisa teratasi," kata Edhy dalam sambutannya mengawali acara Focus Group Discussion (FGD) di Universitas Udayana, Bali, Rabu, seperti keterangan tertulis DPR.
Lebih lanjut, menurut Edhy, RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan dan Pembudidaya Ikan secara substansial bermaksud mensejahterahkan para pelaku utama seperti nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam.
"Selama ini, mereka telah memberikan kontribusi nyata dalam pembangunan ekonomi masyarakat pesisir dan pulau-pulai kecil. Oleh karena itu, negara harus punya peran besar untuk kesejahteraan mereka. Hal ini menjadi landasan konstitusional yang menjiwai lahirnya UU ini" kata Edhy.
Dengan adanya UU ini, nelayan dan petambak bisa mendapatkan perlindungan terhadap ketidakadilan dan meningkatkan produktivitas mereka karena adanya subsidi serta jaminan usaha. "Sekarang misalnya, nelayan hanya mampu mendapatkan ikan 5 ton/hari, nantinya bisa ditingkatkan lebih dari itu," tutur Edhy.
Sementara itu, Dosen Fakultas Hukum Udayana, Prof. Rai Setiabudi menilai, sekalipun RUU ini telah mengakomodir banyak masalah dan efektif, namun, masih mempunyai kelemahan, karena mencakup hal yang luas, terutama pada pasal 1 dalam hal definisi.
Menurut dia, satu aturan hukum, ruang lingkup dan konsep harus jelas, misalnya definisi nelayan itu sendiri, apakah orang yang membudidayakan rumput laut termasuk nelayan atau petani.
"Setahu saya petani, dalam RUU ini secara konsep dan ruang lingkupnya belum sampai pada aspek tersebut, masih kabur, maka perlu didefinisikan ulang," kata Rai.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016