Jakarta (ANTARA News) - Peneliti Pusat Studi Pesantren Ubaidillah mengatakan keberadaan pesantren yang mengajarkan radikalisme indikasinya bisa dilihat dari aktivitas pemimpin dan alumninya.Jadi tidak hanya mengajar santri, tapi terlibat dalam aktivitas sosial di lingkungan pesantren"
"Semua orang yang concern dengan perkembangan informasi pasti sudah bisa menilai pesantren mana yang terindikasi radikalisme. Lihat saja apakah pemimpin dan alumninya terlibat aktivitas terorisme," kata Ubaidilah di Jakarta, Selasa.
Indikasi lainnya adalah kurikulum yang digunakan pesantren itu. Menurut Ubaidillah, kurikulum menjadi basis penting untuk mengukur potensi radikalisme sebuah pesantren.
"Namun kurikulum jangan menjadi variabel utama, tapi juga harus dilihat ekspresi dari elemen pesantren yang terindikasi radikalisme itu. Apakah sebatas kurikulum tapi ekspresi tidak muncul, atau kurikulum yang mendorong para santri untuk menjadi pelaku terorisme," katanya.
Ia mengatakan harus ada pendekatan yang baik dari pemerintah dan lembaga terkait lainnya dalam mendeteksi potensi radikalisme di pesantren.
"Sebaiknya dilakukan penyadaran dan pemahaman kepada elemen-elemen yang terindikasi radikalisme di dalam pesantren untuk kembali ke hakikat sejati pesantren yaitu mengajarkan agama Islam yang baik, damai, dan nasionalis," katanya.
Ubaidilah mengaku pihaknya belum melakukan riset khusus terkait pesantren yang terindikasi radikalisme. Selama ini pihaknya lebih banyak mendorong pesantren untuk selalu hadir bersama-sama masyarakat menyuarakan spirit perdamaian, harmonisasi, dan persatuan.
"Itu sesuai dengan keinginan para pendiri pesantren dulu yang ingin menjadikan masyarakat sebagai bagian integral. Jadi tidak hanya mengajar santri, tapi terlibat dalam aktivitas sosial di lingkungan pesantren," katanya.
Sebelumnya tokoh Nahdlatul Ulama KH Sholahudin Wahid atau lebih akrab dipanggil Gus Sholah mengungkapkan pesantren yang mengajarkan paham radikalisme memang ada, tapi jumlahnya tidak banyak.
Menurutnya, pesantren seharusya tidak boleh bersentuhan dengan hal-hal berbau radikalisme dan terorisme karena tidak sesuai dengan tujuan pendirian pesantren oleh para wali dan ulama dahulu.
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016