• Beranda
  • Berita
  • Observasi kelautan kurangi kerugian akibat fenomena alam

Observasi kelautan kurangi kerugian akibat fenomena alam

17 Februari 2016 23:37 WIB
Observasi kelautan kurangi kerugian akibat fenomena alam
Suhu permukaan Samudera Pasifik. El Nino biasanya ditandai pemanasan suhu yang tidak biasa dan La Nina oleh temperatur dingin tidak biasa di ekuator Pasifik. (NOAA)
Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Andi Eka Sakya mengatakan observasi kelautan dapat mengurangi kerugian materil yang berlebihan akibat dampak dari fenomena alam, salah satunya El Nino yang terjadi di Indonesia pada tahun lalu.

"Dengan adanya survei atau observasi kelautan, peringatan dini bisa lebih awal disampaikan sehingga langkah-langkah mitigasi, seperti kekeringan berkepanjangan karena El Nino bisa dilakukan dan kerugian bisa ditekan," kata Andi usai Pelepasan Pelayaran Indonesia Prima 2016 di Muara Baru, Jakarta, Rabu.

Andi mengatakan kerugian negara setelah dilanda El Nino selama tiga bulan pada 2015 mencapai Rp250 triliun akibat kekeringan yang berakibat pada kebakaran hutan dan lahan (karhutla), transportasi terhenti karena halangan jarak pandang, turunnya wisatawan dan gagal panen berkepanjangan.

Oleh karenanya, observasi kelautan terutama untuk Indonesia dengan lautan yang mencapai dua pertiga dari luas keseluruhan serta dipengaruhi iklim maritim menjadi penting untuk dilakukan guna memahami perubahan iklim.

Observasi kelautan saat ini dilakukan oleh tim ekspedisi Indonesia PRIMA selama satu bulan dengan tujuan memantau prediksi cuaca dan iklim di laut lepas melalui empat buah penanda kedalaman laut "buoy" yang sudah terpasang di Samudra Hindia.

Data-data terkait prediksi cuaca dan iklim yang lebih akurat dari "buoy" daripada melalui satelit ini nantinya dapat diakses oleh publik dan dimanfaatkan oleh semua sektor baik kementerian, lembaga, perusahaan, dan masyarakat yang bergantung pada prediksi cuaca dan kemaritiman.

Indonesia PRIMA yang merupakan akronim dari "Indonesia Program Initiative on Maritime Obervation and Analysis" ini adalah hasil kerja sama dari beberapa lembaga terkait, yakni BMKG, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Keamanan Laut (Bakamla), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) serta Kedutaan Besar Amerika Serikat melalui Badan Atmosfer dan Kelautan Nasional Amerika Serikat (NOAA).

Kerja sama BMKG dan NOAA dinilai sangat membantu Indonesia dalam observasi laut karena memerlukan infrastruktur canggih untuk pengamatan di laut yang tentunya memakan biaya yang cukup besar.

"Kami dibantu oleh peralatan untuk pelayaran, sebaliknya kami membantu mereka melakukan pemeliharaan buoy yang terpasang di lautan," ujar Andi.

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016