• Beranda
  • Berita
  • Pakar: Ruang serapan air minim sebabkan banjir Surabaya

Pakar: Ruang serapan air minim sebabkan banjir Surabaya

26 Februari 2016 22:05 WIB
Pakar: Ruang serapan air minim sebabkan banjir Surabaya
Banjir Surabaya. Warga mendorong motornya yang mogok akibat genangan air di kawasan Darmo Satelit, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (24/2). Hujan deras mengakibatkan sejumlah kawasan di Surabaya tergenang air, salah satunya di kawasan tersebut. (ANTARA FOTO/Didik Suhartono)
Surabaya (ANTARA News) - Pakar Banjir dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, Anggraheny mengatakan kurang tepatnya tatanan pembangunan drainase dan minimnya ruang penampungan (serapan) air, menjadi penyebab banjir di beberapa wilayah Surabaya.

"Pembangunan drainase ini adalah cara untuk penanggulangan genangan ketika hujan turun. Drainase yang dibangun juga harus merupakan drainase yang terintegrasi dengan baik antara saluran primer, saluran sekunder dan saluran tepi," katanya ketika dikonfirmasi di Surabaya, Jumat.

Ia mengatakan pembangunan drainase di wilayah Surabaya Barat memang sepenuhnya belum sempurna. Meskipun sudah ada drainase yang ada di wilayah tersebut, namun ada faktor lain yang menyebabkan air hujan tidak bisa dialirkan dengan baik, yaitu minimnya resapan air.

"Minimnya resapan air juga menjadi salah satu pemicu terjadinya banjir, sehingga luapan air sungai yang tidak memiliki ruang cukup akan meluber kemana-mana, seperti jalan raya. Banyaknya warga yang tinggal di bantaran sungai pun mempengaruhinya karena secara tidak langsung akan ada penyempitan ruang sungai," jelasnya.

Menurut dia, tatanan drainase yang ada sekarang ini tidak sesuai dengan volume air yang ada. Dengan curah hujan yang tidak tentu serta volume air yang tinggi membuat drainase tidak bisa menampung secara keseluruhan luapan air yang ada.

Hal yang sama juga dituturkan pakar arsitektur dari Universitas Narotama, Freddy Kurniawan yang menjelaskan bahwa resapan air tanah di Surabaya masih kurang. Hal itu terlihat dari arus air di Surabaya yang menggunakan beton bertulang pra cetak berbentuk segi empat yang memiliki spigot dan socketnya (box culvert).

"Sebagian arus air di Surabaya menggunakan box culvert, padahal penggunaan box culvert tidak bisa menahan air dengan volume besar karena ruangnya yang terbatas. Sehingga ketika tidak bisa menampung air, maka air akan meresap ke sela-sela tanah hingga menyebabkan banjir," terang alumnus Heriot-Watt University, Inggris.

Menurut dia, sesuai pengalaman pemerintah Inggris yang menggunakan box culvert tidak akan menanggulangi banjir secara signifikan, karena penggunaan box culvert maksimal 10 tahun agar tidak menyebabkan jebol ketika menampung air.

"Oleh karena itu pemerintah Surabaya seharusnya bisa membangun resapan air tanah yang bisa menampung air agar bisa mengatasi permasalahan banjir, seperti sumur resapan air hujan berbentuk waduk maupun lainnya," tandasnya.

Pewarta: Indra/Laily
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016