Tahun ini pameran tersebut akan berlangsung di Boston, Amerika Serikat, pada 6-8 Maret.
Indonesia berpartisipasi dalam ajang tersebut dengan nomor stan 2565 dengan menghadirkan 478 perusahaan perikanan yang menawarkan berbagai produk perikanan segar dan olahan.
Perusahaan-perusahaan tersebut berasal dari seluruh Indonesia yang memperkenalkan produk perikanan yang mereka bawa mewakili semua kekayaan hayati Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Keanekaragaman hayati telah menjadi merek dagang produk perikanan laut Indonesia. Dengan luas lautan 5,8 kilometer persegi, negara kepulauan ini menjadi mega keanekaragaman hayati di dunia yang memiliki 8.500 spesies ikan dan lebih dari 950 biota karang.
Kekayaan tersebut menjadikan Indonesia memiliki komoditi perikanan yang lengkap, terdiri atas ikan besar, ikan kecil, ikan karang, udang, lobster, cumi-cumi, kerang laut dalam yang terkenal mahal, ubur-ubur, dan sebagainya, yang unik dibandingkan dengan yang ditemukan di perairan lainnya di dunia.
Udang kupas beku, cumi-cumi, pangsit ikan, ikan beku, ikan segar, cumi-cumi segar, gurita beku, kepiting pasteurisasi dan kepiting kalengan, serta karagenan dan aneka produk teripang merupakan produk Indonesia yang diperdagangkan.
Semua produk perikanan Indonesia bersertifikasi yang di antaranya dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk kehalalan produk, dan Best Aquaculture Practices (BAP) yaitu sertifikasi untuk makanan laut dari hasil budidaya yang dikeluarkan oleh Aliansi Akuakultur Global (GAA).
Selain itu, sertifikasi bebas bahan-bahan berbahaya biologis, kimia, dan proses fisika selama proses produksi (HACCP), stadar ISO 90001, serta sertifikasi Good Manufacturing Practices (GMP) untuk perizinan pembuatan dan penjualan produk perikanan Indonesia.
Pasar produk perikanan dan makanan laut di dunia masih terbuka lebar, namun persaingan global tetap tak terelakkan. Setiap produk perikanan harus memiliki nilai tambah, selain kualitas produk yang diunggulkan.
Aman dan Berkelanjutan
Indonesia tidak hanya mengandalkan keragaman dan kualitas produk perikanan. Oleh karena itu, produk perikanan Indonesia juga mengedepankan aspek keamanan dalam proses eksploitasi dengan selalu mengutamakan keberlanjutan aspek sumber daya perikanan.
"Standar pelaksanaan keberlanjutan sumber daya perikanan telah dilakukan dari hulu ke hilir untuk penangkap ikan, penanganan ikan di kapal penangkap ikan, transportasi, budidaya, pengolahan dan pemenuhan persyaratan ekspor," kata Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti di Jakarta baru-baru ini.
Susi menjelaskan di daerah-daerah tertentu di Tanah Air, praktik pemanfaatan laut secara keberlanjutan berdasarkan tradisi dan cara adat telah dilakukan turun menurun.
Di Aceh, ada sistem dan alat untuk mengelola sumber daya perikanan yang disebut Panglima Laut, sedangkan di Maluku ada Sasi yakni metode tradisional untuk mempertahankan moratorium penangkapan ikan.
Menurut Susi, secara nasional, Indonesia telah menerapkan Peraturan Nomor 31/2014 yang telah diubah menjadi Peraturan Nomor 45/2009 yang mengatur semua aspek perikanan di Indonesia termasuk keberlanjutan sumber daya perikanan.
"Implementasi peraturan tersebut didukung oleh beberapa kebijakan sebagai aturan pelaksanaan yang lebih spesifik termasuk kualitas dan keamanan, traceability(mekanisme penelusuran produk dari hulu ke hilir) dan keberlanjutan," ujarnya.
Konsep berkelanjutan juga diterapkan oleh Indonesia dengan mengeluarkan sertifikat hasil tangkapan untuk menghindari IUU Fishing (Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing) yakni penangkapan ikan yang dilakukan secara tidak sah (illegal), tidak dilaporkan atau yang belum dilaporkan (unreported), dan tidak diatur (unregulated) di Wilayah Pengolahan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI).
Indonesia juga menjadi anggota Regional Fisheries Management Organizations (RFMOs) atau organisasi pengolahan perikanan regional yang mengelola perikanan pada suatu kawasan perairan, dan juga aktif di beberapa organisasi perikanan dunia.
Beberapa organisasi tersebut adalah Komisi Konservasi Tuna Bluefin Wilayah Bagian Selatan (CCSBT), Komisi Tuna Samudera Hindia (IOTC), dan Komisi Perikanan Pasifik Barat dan Tengah (WCPFC).
Indonesia memfasilitasi perusahaan swasta untuk memenuhi kebutuhan pasar terkait label ramah lingkungan, memperkuat kerja sama regional untuk mendukung keamanan ekonomi dan pemanfaatan sumber daya perikanan, aktif dalam mengatasi praktik IUU Fishing dan membangun kampanye lautan yang menghubungkan para pemangku kepentingan nasional, regional dan global untuk ketahanan pangan dan pertumbuhan berkelanjutan.
Pasar
Pameran Seafood Expo North America/Seafood Processing North America adalah salah satu gerbang perdagangan produk laut Indonesia menuju pasar global.
Perluasan pasar makanan laut juga diupayakan oleh pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, akan memfasilitasi perluasan pasar makanan laut (seafood) ke Inggris dan Irlandia Utara.
Fasilitasi tersebut diberikan sebagai bagian dari rencana kerja sama maritim antara kedua negara yang ditandatangani dalam nota kesepahaman kerja sama maritim pada 27 Juli 2015.
"Inggris itu pasar terbesar seafood kita di Eropa. Dan Uni Eropa itu berkontribusi 60 persen dari total pasar seafood," kata Deputi I Bidang Kedaulatan Maritim Kemenko Kemaritiman Arif Havas Oegroseno di sela Bilateral Maritime Workshop (Loka Karya Kemaritiman Bilateral) di Jakarta baru-baru ini.
Dengan pasar yang besar itu, lanjut Havas, Inggris menjadi standar pasar makanan laut dunia.
"Berkolaborasi dengan Inggris, udang atau spesies laut kita akan sesuai standar di sana sehingga produksinya bisa naik," ujarnya.
Selain itu, kata Havas, kerja sama di bidang perikanan laut antara kedua negara itu juga dinilai membuka kesempatan untuk mengenalkan produk makanan laut Indonesia yang bebas pelanggaran termasuk perbudakan.
"Karena itulah kita bisa bekerja sama dengan Inggris yang merupakan pasar seafood Eropa terbesar bagi kita," katanya.
Indonesia dan Inggris memprakarsai kerja sama sektor maritim melalui "Bilateral Maritime Forum" (forum maritime bilateral) yang akan digelar di London pada April mendatang.
Oleh Bambang Purwanto
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016