Ketam isi, oleh-oleh khas Belitung

7 Maret 2016 23:33 WIB
Ketam isi, oleh-oleh khas Belitung
Yuliana dan ketam isi kreasinya saat dijumpai di kediamannya di Tanjung Pandan, Belitung pada Senin (7/3). (Ida Nurcahyani)
Tanjung Pandan, Belitung (ANTARA News) - Selain terkenal akan keindahan alam pantai yang menawan, Belitung juga populer dengan makanan khas berbahan dasar ikannya.

Salah satu oleh-oleh khas Belitung adalah ketam isi yang merupakan daging kepiting rajungan yang telah dicampur bumbu, bawang daun dan telur yang kemudian dimasukkan kembali ke dalam cangkang kepiting dan digoreng.

Yuliana (50), warga Kelurahan Aik Ketekok, Tanjung Pandan telah 15 tahun menggeluti kerajinan kuliner ketam isi tersebut. Dibantu dengan empat karyawannya, Yuliana setiap hari menerima pesanan ketam isi.

"Dulu ceritanya di daerah sini banyak kepiting yang tidak terkirim, ketam dulu melimpah di sini, lalu saya ada ide, coba bikin d rumah sebagai lauk makan. Kemudian kok rasanya enak, saya titiplah di warung-warung, baru tahun 2006 saya berani titip di rumah makan-rumah makan," kata Yuliana saat ditemui di kediamannya di Tanjung Pandan pada Senin (7/3).

Dalam sehari, Yuliana bisa memproduksi rata-rata 200 biji ketam isi yang biasa dibawa para pelanggannya keluar Belitung seperti Bandung, Jakarta hingga Jazirah Arab.

"Paling banyak saya bikin jelang GMT inilah, pesanan sampai 2.000 biji," kata Yuliana yang hanya membuat ketam isi jika ada pesanan itu.

Menurutnya, satu kilogram kepiting bisa menjadi 30 biji ketam isi yang gurih dan renyah. Beruntung, hingga saat ini Yuliana tak pernah kehabisan bahan baku yang dibelinya seharga Rp80.000 per kilogramnya itu.

Sayangnya, ketam isi kreasi Yuliana hanya bisa bertahan dua hari setelah digoreng, dan seminggu jika dibekukan di dalam lemari pendingin.

"Usaha ini rencananya akan saya wariskan pada anak-anak saya. Biar mereka yang nanti mengembangkan teknologi pengemasan supaya lebih tahan lama dan juga strategi pemasarannya, mau lewat online atau seperti apa," kata ibu dua anak itu.

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016