Kisah sukses Kopi Kong Djie

14 Maret 2016 17:52 WIB
Kisah sukses Kopi Kong Djie
Ishak Holidi, salah seorang penerus bisnis kedai kopi Kong Djie sedang meracik kopi di Belitung pada Kamis (10/3). (ANTARA News/Ida Nurcahyani)
Jakarta (ANTARA News) - Salah satu kedai yang paling banyak dituju di Tanjung Pandan, Belitung Barat adalah kedai Kopi Kong Djie di Jalan Siburik Barat, Tanjung Pandan.

Generasi kedua dari pendiri kedai kopi itu, Ishak Holidi (52) menceritakan awal usaha yang dimulai orang tua mereka.

Menurut Ishak, pada awal tahun 1940-an, Marga Ho terpaksa menyeberang dari Pulau Bangka ke Pulau Belitung karena harus menyelamatkan diri dari kelaparan akibat penjajahan Jepang.

"Tahun 1940-an di Bangka banyak orang mati kelaparan, waktu itu zaman Jepang, apa-apa sulit, Papa aslinya orang Bangka, kami sekeluarga terpaksa pindah ke Belitung karena kelaparan," kata Ishak, anak kedua dari marga Ho pendiri kedai Kopi Kong Djie pada Kamis sore (10/3) pada ANTARA.

Kedai Kong Djie terletak di depan Gereja Regina Pacis, tak jauh dari bundaran Tugu Batu Satam, Tanjung Pandan, Belitung.

Kong Djie memang bukan yang pertama berdiri di Belitung, namun mungkin satu-satunya kedai yang mempertahankan keotentikan cita rasa dan suasana ngopi sejak tahun 1943.

Meski bangunan kedai sudah tampak modern dari luar, kedai Kopi Kong Djie yang pertama masih mempertahankan kondisi interior di dalam kedai.

Ishak mengatakan kedai yang kini dijalankan oleh adik bungsunya itu masih mempertahankan ceret tinggi bersisi biang kopi yang khas kopi zaman dulu. Meski bahan ceret kini diganti aluminium yang lebih ringan ketimbang tembaga.

Ada tiga ceret di kedai Kong Djie. Satu ceret tinggi sekitar satu meter dan dua ceret lain yang berukuran separuhnya. Ayah Ishak dulu memakai ceret-ceret tembaga berukuran 30 senti meter, namun, kini Ishak harus memodifikasi ceretnya menjadi tinggi karena pelanggan semakin banyak.

"Itu untuk bikin induk kopi, kapasitasnya satu kilogram,  kopi bubuk yang diseduh pakai air, nanti itu kopi induk dituang melalui saringan kaos 555 ke gelas-gelas baru diseduh lagi pakai air, ada yang mau kentel sekali, ada yang suka encer saja, kita masih pakai tungku arang supaya aromanya keluar. Memang sekarang dicampur pakai gas juga sih karena cari arang susah. Perubahan dari pakai ceret tembaga ke aluminium itu enggak ada pengaruh ke cita rasa, sama saja," kata Ishak sambil memandangi ke dalam kedai yang muat sampai 50 orang pada Sabtu dan Minggu.

Rahasia membuat kopi nikmat versi kedai Kopi Kong Djie adalah menggunakan air yang benar-benar panas mendidih untuk menyeduh kopi. "Kalau tidak, kopi bisa bau apek," kata Ishak.

Selain itu, Kong Djie memakai campuran antara kopi Arabika yang beraroma wangi namun asam dan kopi Robusta dari Jawa dan Sumatera, ditambah beberapa resep tradisional rahasia keluarga.

"Dan kita sangat dekat dengan konsumen. Kita tahu selera mereka. Kita hafalin satu-satu, ajdi setiap masuk kemari, mereka langsung merasa seperti di rumah sendiri karena kita kenal," katanya.

otentik

Nama Kong Djie berakar dari Bahasa Hakka, Kong artinya terang sementara Djie adalah nama untuk anak nomor dua.

"Selain itu, meja-meja, penyekat rumah dan jendela di luar itu masih sama semua. Memang ini maunya diganti ya, karena kesannya kumuh, tapi pelanggan pada enggak mau," kata Ishak.

Pelanggan adalah raja. Itu pesan ayah Ishak. Hingga sekarang itu yang dijadikan pedoman Ishak dan adik-adiknya dalam menjalankan bisnis keluarga.

Kedai kopi, bagi sebagian besar penduduk Belitung sudah layaknya aliran kepercayaan. "Banyak pelanggan yang kakeknya minum di sini, cucunya pasti minum di sini juga," kata Ishak.

Meski sudah minum kopi di rumah, penduduk Belitung akan tetap pergi ke kedai kopi untuk membeli kopi yang kini dihargai rata-rata Rp15.000 segelas.

"Dulu harganya saya ingat cuma Rp500. Favoritnya dari dulu kopi item dan kopi susu."

rendah hati

Selain kekhasan racikan kopi dan penggunaan metode pembuatan kopi yang masih dipertahankan, Ishak mengaku rahasia keberlangsungan kedai keluarganya adalah sikap rendah hati.

Ayah Ishak pernah berkata bisnis kedai kopi bukanlah bisnis main-main, pelakunya harus bekerja sepenuh hati dan memiliki kerendahan hati menghadapi pelanggan yang memiliki sifat dan sikap beragam.

"Menurut ayah saya, membuka warung kopi harus rendah hati, karena orang yang datang ke kedai itu berbeda-beda, kita enggak boleh gampang tersinggung. Ayah juga bilang, bisnis kopi adalah bisnis fisik. Jangan sampai kita jatuh sakit karena kalau kita sakit kan enggak bisa buka," kata Ishak.
 
Ishak mengatakan, ayahnya tak pernah memaksa anak-anaknya untuk melanjutkan usaha warung kopinya. Terbukti, keempat anaknya disekolahkannya hingga ke jenjang sarjana.

"Ayah bilang kalau mau sekolah silakan disekolahin, tapi kalau mau merebut harta, gampang, tinggal ambil sendok dan gelas," kata Ishak.

Ishak mengambil keputusan bersekolah di Bandung namun tak sampai lulus dan akhirnya meneruskan sekolah jurusan koperasi dan bergelar sarjana. Ishak merintis usahanya sendiri di Jakarta, namun akibat adanya tragedi Mei 1998, dia pun kehilangan usahanya.

"Saya pulang ke Belitung dan nerusin. Ternyata sampai sekarang, bolehlah," kata Ishak. "Memang kalau mau sukses usaha itu harus setia sama profesi. Bukan cuma usaha, kerja apapun harus setia sama profesi," katanya.

Dalam menjalankan usaha kopinya, Ishak mengaku tak pernah membeda-bedakan konsumen. Dia mengatakan, konsumen di kedai kopinya terdiri dari berbagai latar belakang.

"Di sini dari penjahat sampai gubernur ada, ada yang bayar lebih ada juga yang enggak bayar, jadi itu subsidi silang begitu. Dan setara semua, siapa yang datang dulu dilayani duluan jadi enggak ada ceritanya kalau pejabat datang dilayani lebih dulu, kecuali kelupaan," kata Ishak sambil tertawa.

waralaba setengah hati
Hingga saat ini, Kedai Kopi Kong Djie sudah memiliki setidaknya tujuh cabang. Namun, Ishak mengatakan, itu merupakan "waralaba setengah hati" karena sistemnya belum dibangun dengan profesional.

"Ini franchise setengah hati sebetulnya, karena masih saudara atau kenalan. Mereka ambil bubuk kopi di sini dan pakai nama kita," kisah Ishak. "Rencananya, ke depan kita mau perbaiki manajemen supaya ada  standar rasa. Soalnya, setelah membuka enam warung baru ada keluhan soal rasa yang berbeda-beda," katanya.

Tahun ini, kata Ishak, kedainya mendapatkan omzet paling banyak dibanding tahun-tahun sebelumnya.

"Ke depan, kita akan bangun yayasan, untuk bantu anak-anak yang kurang mampu sekolah. Sudah saatnya berbagi pada Belitung," pungkas Ishak.

Oleh Ida Nurcahyani
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016