Menurut Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) itu, banjirnya pasar domestik dengan produk impor jelas merugikan bagi petani dan pertanian Indonesia. Bukan tak mungkin kondisi ini bisa membunuh petani dan pertanian Indonesia. Hal ini dia sampaikan saat menjadi pembicara kunci pada acara sosialisasi empat pilar di Universitas Muhammadiyah Profesor Hamka, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Jumat seperti dalam keterangan tertulis MPR.
Dia mengatakan, perbaikan tata niaga dan tata kelola pertanian bertujuan agar pertanian Indonesia segara bangkit dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Apalagi potensi alam Indonesia begitu besar untuk dikembangkan menjadi pusat pangan dan pertanian dunia.
"Tidak susah, kita tinggal meniru apa yang dilakukan diluar negeri. Meningkatkan hasil panen dari 9 ton menjadi 14 seperti di Vietnam ada caranya, kita tinggal meniru saja," tutur Mahyudin.
Mahyudin menilai pencapaian sektor pertanian di negara lain sangat mungkin terjadi di Indonesia, asalkan pemerintah bersedia mau membantu. Misalnya, melalui kebijakan menurunkan suku bunga pertanian dari yang semula 8 persen menjadi 3 persen, atau meningkatkan bantuan bagi para petani.
"Produk dari luar itu mestinya lebih mahal karena membutuhkan biaya transport, pajak dan biaya produksi. Nyatanya sampai di Indonesia harga beras luar itu lebih murah, karena pemerintahnya banyak membantu. Seperti meningkatkan subsidi dan menurunkan suku bunga pertanian", kata Mahyudin menambahkan.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016