Warga Sudan Selatan menyelamatkan diri ke Sudan

30 Maret 2016 23:32 WIB
Warga Sudan Selatan menyelamatkan diri ke Sudan
Dokumentasi : Pengungsi dari Sudan Selatan menunggu di perbatasan Joda, daerah Jableen, wilayah bagian Nil Putih, Sudan, setelah meninggalkan daerah perah Sudan Selatan di Malakal dan al-Rank, Kamis (16/1/14). (REUTERS/Mohamed Nureldin Abdallah)
PBB, New York (ANTARA News) - Komisariat Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) pada Selasa (29/3) menyatakan lembaga itu prihatin mengenai bertambahnya jumlah orang Sudan Selatan yang menyelamatkan diri ke Sudan akibat meningkatnya kondisi rawan pangan.

Penyebab peristiwa tersebut ialah konflik dan kondisi ekonomi yang bertambah buruk, kata Juru Bicara PBB Stephane Dujarric.

"Meningkatnya kondisi rawan pangan dan bertambahnya kerusuhan di beberapa bagian Sudan Selatan, terutama di Negara Bagian Bahr El Ghazal Utara dan Warrap di bagian barat-laut Sudan Selatan telah mengakibatkan nasib buruk sebanyak 38.000 orang di Dardur Selatan dan Timur sejak akhir Januari," kata Dujarric dalam taklimat harian yang diadakan di Markas Besar PBB, New York, Selasa. "UNHCR prihatin bahwa situasi masih dapat bertambah buruk saat kondisi gizi di Upper Nile, Warrap dan Bahr Ghazal Utara bertambah serius."

UNHCR meminta dana tambahan untuk air bersih, layanan kesehatan dan kebersihan, makanan dan tempat berteduh.

Kebanyakan orang itu memasuki Darfur Timur, tempat rata-rata 500 warga Sudan Selatan --atau 100 rumah tangga-- telah tiba setiap hari, dan jumlah tersebut terus naik pekan lalu, kata beberapa pejabat PBB.

Situasi "dapat dengan cepat bertambah buruk sebab kondisi gizi di Upper Nile, Warrap, dan Bahr Ghazal Utara makin serius", kata badan PBB itu di dalam satu pernyataan.

Warga Sudan Selatan itu sampai di Sudan dalam kondisi buruk, kata Komisi Bantuan Kemanusiaan Pemerintah Sudan, sebagaimana diberitakan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Rabu malam. Selain makanan, air dan barang keperluan dasar, mereka memerlukan perlindungan dari kekerasan seksual dan yang berdasarkan gender, dan banyak anak telah terpisah dari keluarga mereka.

UNHCR bekerja sama dengan Kantor PBB bagi Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) untuk menanggapi kebutuhan tersebut, dan juga menyarankan akses langsung ke Darfur Timur untuk mendukung upaya tanggap-darurat.

Badan PBB itu juga menyampaikan keprihatinan mengenai Rencana Reaksi Pengungsi Regional Sudan Selatan (RRRP) 2016, yang mencakup program pengungsi di negara tetangga, yang dikelola oleh UNHCR dan 39 mitranya. Rencana tersebut, yang memerlukan dana 1,3 miliar dolar AS, hanya tiga persen terdanai.

Di Darfur Selatan, lebih dari 2.000 orang terdaftar di Kamp Beliel, yang berada di desa dengan nama yang sama. Warga Sudan Selatan yang datang ke kamp itu "telah menghadapi kondisi tidak aman di jalan" menuju ke kamp tersebut, banyak di antara mereka sakit dan memerlukan perawatan medis, kata UNHCR.

Kelompok tersebut adalah bagian dari 2,8 juta orang di seluruh Sudan Selatan yang secara resmi dikategorikan sebagai menghadapi krisis atau darurat rawan pangan, kata Fewsnet, badan global yang diberi mandat untuk memantau kondisi semacam itu.

Kondisi rawan pangan bertambah buruk akibat pertempuran yang berkecamuk di negara paling muda di dunia tersebut, yang meletus pada Desember 2013 karena alasan politik, dan memaksa 2,3 juta orang meninggalkan rumah mereka.

(Uu.C003)


Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016