• Beranda
  • Berita
  • Walhi: OTT KPK momentum penghentian reklamasi Teluk Jakarta

Walhi: OTT KPK momentum penghentian reklamasi Teluk Jakarta

2 April 2016 12:29 WIB
Walhi: OTT KPK momentum penghentian reklamasi Teluk Jakarta
WALHI (walhi-or.id)

Reklamasi bukanlah kepentingan masyarakat Jakarta tetapi menjadi kepentingan sekelompok elite dan kapitalis dengan mengorbankan kelestarian alam dan msyarakat nelayan tradisional

Jakarta (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) DKI Jakarta menilai Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Ketua Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi harus menjadi momentum penegakan hukum dan penghentian total reklamasi Teluk Jakarta.

Sanusi dianggap menerima suap dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (Tbk) Ariesman Widjaja dalam pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.

Keduanya, serta Trinanda Prihantoro selaku personal assistant di PT Agung Podomoro Land ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

"Reklamasi bukanlah kepentingan masyarakat Jakarta tetapi menjadi kepentingan sekelompok elite dan kapitalis dengan mengorbankan kelestarian alam dan msyarakat nelayan tradisional," ujar Direktur Eksekutif WALHI Jakarta Puput TD Putra dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Sabtu.

Menurut dia, penangkapan salah satu anggota DPRD DKI Jakarta tersebut menunjukkan bahwa partai politik cenderung korup dan memanfaatkan reklamasi sebagai ajang bancakan sumber dana partai ketika proyek-proyek APBD menyusut.

Terlebih lagi mengingat lambatnya proses raperda zonasi Jakarta yang telah melewati tiga kali paripurna dewan namun tidak kunjung quorum.

"Hal ini tentu saja menimbulkan berbagai praduga tentang lobi politik yang belum selesai," kata Puput.

Dalam konteks reklamasi, ujar dia, suara dewan cenderung setuju dengan Pemprov DKI Jakarta untuk mereklamasi Teluk Jakarta.

Pelaksanaan raperda didorong oleh pemprov sebagai upaya untuk mendapatkan dasar hukum proyek reklamasi setelah dasar hukum sebelumnya batal sejak terbitnya Perpres nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur.

Namun ia kembali menegaskan bahwa reklamasi tidak lagi berpijak pada kepentingan lingkungan hidup Jakarta.

Hasil penelitian dari Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 2015 menyatakan amblasnya tanah Jakarta sekitar 2-4 sentimeter, salah satu yang terparah terjadi di Jakarta Utara, tidak dijadikan peringatan bahwa reklamasi pulau yang secara geografis tersambung dengan daratan Jakarta itu justru akan menambah penurunan permukaan tanah secara ekstrem.

Pewarta: Yashinta Difa
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016