Jakarta (ANTARA News) - Penerima Hadiah Nobel Perdamaian 1996 sekaligus tokoh Timor Leste, Jose Ramos-Horta, hadir menjadi pembicara kunci dalam pembukaan Festival Literatur ASEAN (ALF) 2016 di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Kamis.....orang Indonesia selalu tersenyum, yang terpancar di sorot mata mereka adalah kegigihan dan kemampuan untuk bertahan."
Sebelum menyampaikan narasinya, Ramos-Horta turut menghadiri konferensi pers yang digelar pihak panitia untuk mengumumkan kepastian bahwa festival sastra tersebut akan berjalan sesuai jadwal meski di tengah desakan pembatalan oleh segelintir masyarakat yang menyatakan keberatan dengan beberapa topik yang diangkat dalam program-program di dalamnya.
Ramos-Horta bercerita mengenai pengalamannya saat mengunjungi Myanmar pada tahun 2004 silam dan menurutnya siapapun yang berkunjung ke negara itu akan segera menyadari ketidakbahagiaan yang dirasakan warganya hanya dengan melihat sorot mata mereka.
"Anda hanya perlu mengamati masyarakatnya, anda akan menemukan orang-orang yang tidak bahagia, lihat di mata mereka dan anda akan mengerti tak ada kedamaian maupun kebebasan di sana," kata Ramos-Horta.
Ramos-Horta kemudian ditanya oleh salah seorang jurnalis, apa yang ia lihat saat mengunjungi Indonesia, tepatnya apa yang dilihatnya dari sorot mata warga Indonesia.
Presiden Timor Leste 2007-2012 itu menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang menarik, terutama orang-orangnya yang bahkan di masa rezim pemerintah Presiden Soeharto sekalipun selalu memancarkan senyum di wajah mereka.
"Bahkan di masa rezim pemerintahan Soeharto orang Indonesia selalu tersenyum, yang terpancar di sorot mata mereka adalah kegigihan dan kemampuan untuk bertahan," kata Ramos-Horta.
Perdana Menteri Timor Leste 2006-2007 itu kemudian menuturkan pengalaman pertamanya mengunjungi Indonesia pada satu hari di tahun 1974 silam.
Ia menuturkan pengalamannya berkeliling Jakarta bersama jurnalis Sinar Harapan, Harry Kawilarang, menyaksikan Jakarta yang masih jauh dari kesan modern seperti sekarang dan masih kental dengan represi dari pemerintahan Soeharto.
"Bahkan di masa itu, Indonesia tidak pernah seperti Myanmar. Bahkan di masa Soeharto," pungkasnya.
Ramos-Hortda didapuk menjadi pembicara kunci dalam pembukaan ALF 2016, menyampaikan narasi tentang perdamaian dan kebebasan berkaca pada pengalaman Timor Leste.
Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016