"Salah satu poin kesepakatan dari Masyarakat Ekonomi ASEAN diantaranya adalah bebasnya masuk tenaga kerja asing di setiap negara ASEAN, salah satunya untuk tenaga kesehatan. Namun, kami dari IDI akan terus mendorong diberlakukannya uji kompetensi dan sertifikasi bagi tenaga kesehatan dari luar yang akan membuka praktik di Indonesia," kata Nursyam di Pontianak, Senin.
Dia mengatakan, untuk tenaga kesehatan, IDI sudah membahas lama bersama kementerian terkait, kira-kira sekitar 15 tahun yang lalu, dimulai dari AFTA sampai MEA.
"Kita tetap mengawal agar tidak sembarangan tenaga kerja asing berprofesi tenaga medis masuk ke Indonesia. Salah satu hal yang kita masukan dalam standar perizinan, tenaga kerja asing berprofesi tenaga kesehatan yang akan masuk ke negara ini, harus bisa berbahasa Indonesia, kemudian kita ingin kompetensi dan sertifikasi yang setara yang sudah tersedia di Indonesia," tuturnya.
IDI juga menegaskan agar tenaga kerja asing berprofesi tenaga kesehatan yang masuk ke Indonesia harus tetap mengikuti uji kompetensi seperti yang dilakukan di negara ini.
"Ini saya rasa menjadi hal yang sangat penting, karena dokter yang ada di Indonesia juga mengikuti syarat-syarat tersebut. Jadi, akan sangat tidak adil jika dokter kita diperketat untuk mendapatkan izin praktik dan bekerja, sementara mereka dari luar bisa dengan mudah masuk dan bekerja di Indonesia," katanya.
Uji kompetensi dan uji sertifikasi itu tidak mudah, karena sekalipun dokter di Indonesia sudah mengenyam pendidikan dokter spesialis, namun tidak lulus uji kompetensi, jelas mereka tidak boleh praktik.
Namun, lanjutnya, jika mereka memenuhi kualifikasi dan persyaratan yang telah ditetapkan oleh negara ini, maka sah-sah saja tenaga kesehatan asing tersebut bekerja di sini.
"Proteksi ini juga dilakukan dan menjadi ketentuan di negara lain, bukan oleh pemerintahnya, namun hal ini diterapkan oleh organisasi seperti IDI di tiap-tiap negara," kata mantan Sekretaris IDI itu.
Pewarta: Rendra Oxtora
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016