"Selama ini kami menilai pelatihan manasik haji hanya berfokus pada pelatihan doa-doa saja padahal ada aspek penting lainnya yang harus dikuasai calon jamaah haji di lapangan," kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Sodik Mudjahid di Kantor Wilayah Kementerian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Rabu.
Selain memberikan bimbingan aspek ritual ibadah, melalui manasik haji, menurut Sodik pemerintah masih memiliki kewajiban memberikan pengetahuan mengenai medan tempat dilaksanakannya ibadah haji, serta pelatihan kesiapan mental dan akhlaq calon jamaah.
"Dua sektor lain itulah yang sampai saat ini masih kami anggap lemah," kata dia.
Informasi mengenai medan dilaksanakannya ibadah haji, menurut dia, misalnya dapat disajikan secara mendetail melalui pemutaran film yang menggambarkan kondisi Makkah, Arafah, Muzdalifah, dan Madinah.
"Penyempurnaan pelatihan manasik haji memang harus terus dilakukan, apalagi fasilitas yang ada sekarang lebih memadai," kata dia.
Oleh sebab itu dalam kurikulum manasik haji ke depan diharapkan dapat mencakup 30 persen pelatihan ritual ibadah, 30 persen informasi medan, serta 40 persen kesiapan mental dan akhlaq. "Kalau sekarang 90 persen hanya memuat ritual saja," kata dia.
Menurut Sodik, usulan itu telah disampaikan ke pihak Kementerian Agama, namun pihak kementerian meminta penangguhan hingga dua tahun yang akan datang sebab buku-buku materi manasik haji untuk dua tahun ke depan telah terlanjur dicetak. "Kementerian Agama minta waktu dua tahun lagi," kata dia.
Sementara itu anggota Komisi VIII DPR RI, Maman Imanul Haq menambahkan kurikulum manasik haji ke depan diharapkan dapat lebih menyoroti hal teknis yang paling mendetail seperti bagaimana menggunakan kunci kamar hotel, menggunakan lift, menggunakan WC duduk, hingga pemakaian air di hotel.
"Banyak kejadian orang tua jamaah haji menjerit karena mengira air (kamar mandi) hotel panas semua karena tidak tahu cara menggunakannya. Itu juga harus diperhatikan," kata dia.
Selain pembenahan kurikulum manasik haji, menurut dia, Kemenag RI juga perlu melakukan evaluasi dan monitoring kepada kepala regu (karu) dan kepala rombongan (karom) guna memastikan kemampuan mereka dalam memberikan bimbingan, pelayanan, serta perlindungan kepada jamaah haji.
"Sehingga jamaah betul-betul tidak tersesat dan tidak menjadi korban dari rapuhnya sistem dan ketidakpahaman karu dan karom," kata Maman.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016