Salah satunya, melalui pembangunan pembangkit listrik tenaga thorium yang lebih unggul daripada PLTU batu bara karena biaya produksi lebih murah, dibangun lebih cepat, lebih aman, lebih ramah lingkungan, jauh lebih efisien, dan mempunyai kapasitas jauh lebih besar.
“Energi sangat diperlukan karena menentukan produksi dan kekuatan daya saing industri. Kita harus mencari inovasi dan menerapkannya. Kuncinya kita harus terbuka pada paradigma baru, berpikiran terbuka, ‘open our mind’, termasuk pada pembangkit listrik tenaga thorium ini,” kata Saleh melalui siaran pers di Bogor, Selasa.
Kementerian Perindustrian mencatat, sektor industri merupakan penyerap energi terbesar di Indonesia, yaitu mencapai 39 persen dari total penggunaan energi nasional. Saleh memaparkan, pemenuhan energi untuk industri tersebut mustahil dapat dipenuhi oleh sumber energi fosil yang diperkirakan akan habis pada 60 tahun mendatang.
Apalagi, untuk menjadi negara berkembang menjadi negara industri, kontribusi sektor industri terhadap PDB seyogyanya berkisar 30 persen-40 persen.
Untuk mencapai kisaran tersebut, lanjut Saleh, maka diperlukan kapasitas listrik terpasang di atas 500Watt/orang. Saat ini, kapasitas terpasang Indonesia berada pada 210 watt/orang yang tidak memungkinkan terjadinya pertumbuhan Industri yang tinggi, jauh di bawah Malaysia 982 Watt, Thailand 802 watt dan Singapura 2028 Watt. Dengan perkiraan populasi 300 juta penduduk di tahun 2025, Indonesia harus mampu mengejar target tersebut dengan pertumbuhan kapasitas listrik terpasang nasional sebesar 10 GigaWatt/tahun.
Dalam rangka pembangunan industri prioritas 2015 - 2035, Indonesia butuh energi listrik yang tidak cukup dipenuhi hanya dengan batubara dan gas, yang cadangannya sangat terbatas.
"Kelangkaan energi dapat diantisipasi dengan menyatukan tekad untuk memulai perencanaan pembangunan PLT Thorium," pungkas Saleh.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016