Reforma Agraria mampu tekan konflik lahan

24 Mei 2016 18:38 WIB
Reforma Agraria mampu tekan konflik lahan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Ferry Mursyidan Baldan (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/)

Saya kira ini salah satu alternatif penyelesaian konflik. Tanah yang dibiarkan berkonflik lama artinya tidak ada kepastian. Maka dengan Reforma Agraria, konflik kita selesaikan,"

Jakarta (ANTARA News) - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Ferry Mursyidan Baldan menegaskan program Reforma Agraria yang tengah gencar dilakukannya mampu menekan konflik lahan antara perusahaan dan masyarakat.

"Saya kira ini salah satu alternatif penyelesaian konflik. Tanah yang dibiarkan berkonflik lama artinya tidak ada kepastian. Maka dengan Reforma Agraria, konflik kita selesaikan," kata Menteri ATR, usai penyerahan 600 sertifikat tanah seluas 131 hektare redistribusi tanah reforma agraria kepada petani di Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Selasa.

Menurut Ferry, konflik lahan yang terjadi antara perusahaan dan masyarakat biasanya terjadi bila Hak Guna Usaha (HGU) tidak diperpanjang oleh perusahaan, bahkan mereka (perusahaan) merasa berhak memperpanjang HGU atas lahan tersebut.

"Seperti yang terjadi di Cianjur. Masa reforma agraria dinyatakan ilegal. Yang nyatakan ilegal dan legal itu kami, BPN. Justru kami yang bisa katakan HGU itu ilegal," katanya.

Menteri Agraria mengatakan, program Reforma Agraria merupakan pengakuan negara terhadap keberadaan mereka (masyarakat). Mereka hidup bersawah dan berkebun disana. Ini kalau dalam konteks pertambahan nilai, ketika punya sertifikat bisa mengakses ke bank, untuk tambahan modal usaha dan beli bibit, tuturnya.

Reforma agraria bertujuan untuk mengefektifkan pemanfaatan atas tanah agar dapat terkelola dengan baik, terutama untuk memberikan kepastian tanah guna kesejahteraan masyarakat.

"Ketika ada izin yang sudah dikeluarkan tapi tidak dimanfaatkan secara optimal oleh perusahaan pemegang hak guna usaha (HGU), sementara masyarakat membutuhkan, maka kita dorong untuk dapat dimiliki masyarakat sebagai tempat hidup dan sumber perekonomian mereka," kata Ferry.

Tidak hanya program Reforma Agraria di Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Pangandaran, melainkan program lain seperti Redistribusi Tanah Her, Prona, BMN, tanah Pemda dan Wakaf.

Sementara di wilayah V Priangan Timur lainnya, yakni Kabupaten Banjar, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Tasik dan Kabupaten dan Kota Banjar juga mendapatkan program lain seperti Redistribusi Tanah Her dan Prona.

Jumlah bidang tanah yang telah selesai dan siap diserahkan untuk wilayah V, kecuali Garut, yakni redistribusi tanah sebanyak 2.050 sertifikat/bidang tanah seluas 4.68 hektare, dan Prona 6.222 bidang tanah selua 2.315 hektare.

Redistribusi tanah Reforma Agraria khusus di Kabupaten Ciamis seluas 30,9498 Hektar (250 sertifikat/ bidang) tersebut merupakan bekas tanah dari perusahaaan HGU PT Raya Sugarindo Inti yang berakhir haknya pada 31 Desember 2016, yang akan diperuntukkan jalan menuju tempat wisata Icakan, tempat pemakama umum, pariwisata, tanah kas desa, fasilitas pendidikan dan lainnya.

Selain Ciamis, Kementerian ATR juga memberikan sertifikat dalam program redistribusi tanah Reforma Agraria di Kabupaten Pangandaran seluas 10 hektare atau 350 sertifikat/bidang.

Lahan itu diambil dari eks HGU PT Cipicung, dimana luas seluruhnya 787,369 hektare, yang akan digunakan untuk relokasi bagi pengungsi yang terkena proyek bendungan Matenggeng, tanah Kas Desa, Fasilitas pendidikan dan lainnya.

Sekjen Serikat Petani Pasundan (SPP), Agustiana, mengatakan, upaya memperjuangkan redistribusi tanah untuk petani dan buruh tani selama ini senantiasa menghadapi watak feodal yang masih sangat kuat mencengkram rakyat melalui kekuasaan pemerintah.

"Upaya redistribusi tanah yang dilakukan pemerintah sekarang dinilai sebagai pengukuhan baik secara yuridis maupun akademis, yang perjuangannya selama ini sangat panjang dan banyak memakan korban. Sungguh perjuangan yang melelahkan dalam konflik agraria. Karena itulah kenapa kita patut bersyukur atas semua perjuangan selama ini," kata Agustiana.

Menurut dia, apa yang dilakukan oleh Menteri ATR beserta jajarannya serta dukungan pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten, bagi para petani bukan sekadar pemberian sertifikat secara cuma-cuma atau sekadar pemberian legalitas atas garapan masyarakat tanah negara yang telah lama digarap masyarakat, tetapi lebih jauh memaknainya.

"Pemberian redistribusi tanah merupakan program pemerintah sejak enam kali berganti presiden, lima kali pergantian kepala BPN, lima kali pergantian gubernur, dan lima kali pergantian bupati. Tetapi baru sekarang program ini dilakukan secara masif meskipun belum menyeluruh," jelasnya.

Dengan adanya program redistribusi ini, maka konflik/sengketa tanah yang lebih dari 15 tahun kami jalani dengan pengorbanan, pemerintah pusat dibantu pemprov serta daerah. Berarti telah mengakhiri sengketa tanah yang telah banyak menyita waktu dan pikiran.

Redistribusi tanah yang diberikan pemerintah, mengembalikan sikap tegas pemerintah pusat maupun daerah. Sikap tegas dan objektif ini, sebagai penanda pemerintah mulai berpihak pada prinsip-prinsip keadilan dan hak masyarakat terutama masyarakat miskin di pedesaan, yang dijamin oleh konstitusi.

"Program redistribusi tanah juga menandai berakhirnya ketidakpastian hukum dan kekhawatiran para penggarap dalam memaksimalkan tanah," tuturnya.

(S037)


Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016