Dalam keterangan pers yang diterima dari Badan Karantina Kementan, Jumat, Sertifikat Pelepasan tersebut dikeluarkan pada 12 Mei dan 13 Mei 2016 sebagai bukti tuntasnya seluruh proses tindakan karantina.
Beras impor asal Myanmar tersebut masuk ke Indonesia pada periode 12-25 Maret 2016 ke Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.
Pihak kuasa dari Perum Bulog selaku importir beras tersebut menyampaikan dokumen yang dipersyaratkan kepada Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya pada 10 Mei 2016, dan telah dilakukan pemeriksaan oleh petugas karantina.
Setelah dilakukan pemeriksaan, petugas karantina menerbitkan laporan hasil pelaksanaan pengawasan, pemeriksaan fisik dan kesehatan MP/SAT (DP-7) pada hari yang sama sejak dokumen tersebut diserahkan oleh kuasa Perum Bulog.
Sementara terkait dengan yang harus dibayarkan oleh Perum Bulog sebesar Rp24 miliar untuk mengeluarkan beras itu, merupakan akibat dari denda parkir kontainer di pelabuhan yang membebankan tarif 900 persen sejak hari kedua berada di tempat penimbunan sementara (TPS) pelabuhan.
Biaya yang harus ditanggung tersebut bukan merupakan biaya karantina atau akibat keterlambatan pelayanan karantina.
Langkah impor yang dilakukan oleh Perum Bulog tersebut diputuskan pada 2015. Pemerintah menetapkan besaran impor sebanyak 1,5 juta ton untuk mengamankan pasokan beras dalam negeri akibat gangguan alam yang terkena dampak El Nino.
Pada saat itu, importasi beras disebutkan berasal dari Vietnam dan Thailand. Bahkan pemerintah membuka opsi untuk melakukan impor dari Pakistan dan Brazil, untuk memenuhi kuota sebanyak 1,5 juta ton pada 2015 itu.
Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016