“Ma’had Aly harus di pesantren itu tepat,” demikian penegasan Gus Solah saat memberikan materi pada Rapat Koordinasi Penyelenggaraan Mahad Aly di Jombang, Senin.
Dikutip dari laman kemenag.go.id, Senin, ia mengatakan bahwa Ma’had Aly ke depan harus dapat melahirkan ulama dan pembina umat. Tidak hanya memahami agama, alumni Ma’had Aly juga mempunyai pemahaman tentang bagaimana bergaul dan berkomunikasi dengan masyarakat dan pemeluk agama lain. “Dan itu adanya di pesantren,” ujarnya.
Sebab, lanjut Gus Solah, selain belajar agama, santri pesantren dilatih bermasyarakat. “Tafaqquh fiddin (belajar agama) di pesantren tidak semata tamat kitab kuning, tapi juga kemampuan membaca perkembangan zaman, membaca kebutuhan, dan menjawab tantangan,” tuturnya.
Senada dengan Gus Solah, pembina Ma’had Alu Situbondo Kyai Jalal Situbondo memandang pentingnya pengenalan program pengembangan masyarakat (community development) kepada mahasantri Ma’had Aly. Menurutnya, program ini pernah dilakukan Kementerian Agama pada tahun 2007. Saat itu, peserta program dilatih selama beberapa hari lalu diberi kesempatan untuk melakukan pengabdian selama satu bulan. “Alumni program dan masyarakat yang menjadi objek program merasa mendapat banyak manfaat dari program ini dan kiranya bisa dilanjutkan,” tuturnya.
Pemberian izin pendirian dan nomor statistik ini akan menandari pengakuan keberadaan 13 Mahad Aly. Pengakuan ini bermula dari ditandatanganinya Peraturan Menteri Agama Nomor 71/2015 tentang penyelenggaraan Ma’had Aly oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
Dirjen Pendidikan Islam Kamaruddin Amin mengatakan kehadiran PMA 71/2015 tidak saja memastikan legalitas Ma’had Aly dalam sistem pendidikan nasional. Lebih dari itu, PMA ini memperjelas komitmen Pemerintah untuk mewujudkan Ma’had Aly setara dengan lembaga pendidikan tinggi agama dan lembaga pendidikan tinggi umum. Kesetaraan dimaksud, baik dalam pengakuan, status, lulusan, maupun perhatian Pemerintah terhadap keberlangsungan dan pengembangannya.
“Kehadiran PMA ini juga akan mempermudah langkah mewujudkan Ma’had Aly sebagai instrumen kelembagaan permanen untuk menjawab problem mendasar umat Islam Indonesia seiring semakin langkanya kyai-ulama yang berintegritas, berkarakter, dan berwawasan kebangsaan,” paparnya, Sabtu (28/5).
Kasubdit Pendidikan salafiyah, Ahmad Zayadi mengatakan, peresmian ke-13 Mahad Aly ini menjadi langkah awal proses revitalisasi Mahad Aly oleh Kementerian Agama. Ke depan, Mahad Aly diharapkan bisa mencetak sarjana (S1) dengan kualifikasi kader kyai-ulama. Selain menguasai kitab kuning, mereka diharapkan mampu mengkontekstualisasikannya dalam kehidupan kontemporer, dan mampu mendialogkannya dengan ilmu-ilmu sosial, budaya, dan atau ilmu-ilmu kealaman lainnya.
“Mahad Aly adalah Mahad Aly. Mahad Aly tidak akan berubah menjadi institute. 13 Mahad Aly sudah kami verifikasi dan semuanya memiliki kapasitas organisasi yang sehat, termasuk dari sisi pendanaan,” tandasnya.
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016