• Beranda
  • Berita
  • Masyarakat Bantul gelar tradisi `nyadran` jelang Ramadhan

Masyarakat Bantul gelar tradisi `nyadran` jelang Ramadhan

30 Mei 2016 17:57 WIB
Masyarakat Bantul gelar tradisi `nyadran` jelang Ramadhan
Tradisi Nyadran Empat Agama. Sejumlah warga menyantap nasi Tumpeng bersama saat dilangsungkan tradisi Nyadran Kubur di areal pemakaman Desa Kemiri, Kaloran, Temanggung, Jateng, Jumat (29/5/15). Tradisi Nyadran Kubur tersebut dilakukan ratusan umat dari empat agama yaitu Islam, Budha, Katholik dan Kristen untuk mendoakan arwah leluhur sekaligus sebagai wujud kerukunan antar umat beragama. (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)

Upacara nyadran yang sudah menjadi tradisi dan warisan jelang bulan Ramadhan ini dilaksanakan untuk mengirim doa sebagai wujud bakti terhadap leluhur dan orang tua."

Bantul (ANTARA News) - Sebagian masyarakat wilayah kecamatan Pandak dan Pajangan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menggelar tradisi nyadran di Makam Sewu Wijirejo untuk mendoakan para leluhur dan orang tua menjelang bulan Ramadhan 1437 Hijriah.

"Upacara nyadran yang sudah menjadi tradisi dan warisan jelang bulan Ramadhan ini dilaksanakan untuk mengirim doa sebagai wujud bakti terhadap leluhur dan orang tua," kata Ketua Panitia Nyadran Makam Sewu, Haryadi disela kegiatan itu, Senin.

Menurut dia, kegiatan nyadran sebenarnya tidak hanya diadakan di Makam Sewu, namun di tempat lain juga mengadakan kegiatan serupa, karena kegiatan tradisi ini merupakan ajaran dari para wali, bahwa sebelum menghadapi bulan puasa umat muslim harus membersihkan hati dan diri.

"Jadi bukan hanya membersihkan hati antara hubungan kita dengan Tuhan, namun juga untuk hubungan kita dengan para leluhur dan orang tua yang sudah meninggal," katanya.

Haryadi mengatakan, tradisi ini erat kaitannya dengan keberadaan Panembahan Bodho alias Raden Trenggono sebagai penyebar agama Islam, yang dinilai memiliki jasa yang besar dan banyak meninggalkan bukti sejarah penyebaran agama Islam di antaranya Masjid Kauman Yogyakarta.

Ia mengatakan, kata Nyandran yang sering disebut masyarakat tersebut berasal dari bahasa Arab Yadarona, yang menurut ajaran wali dahulu menjelang Ramadan disunahkan untuk ziarah kubur dan sebelum masuk makam disunahkan membaca bacaan tersebut.

Sementara itu, dalam tradisi nyadran yang diikuti warga dari tiga pedukuhan wilayah Wijirejo (Pandak), Guwosari dan Sendangsari (Pajangan) itu dimulai dengan kirab dengan mengarak gunungan dan jodhang dari balai desa Wijirejo menuju pendopo Makam sewu.

Setelah berkumpul di pendopo makam tersebut prosesi doa dilaksanakan dan setelah selesai, gunungan berisi hasil bumi yang diarak itu diperebutkan para masyarakat yang datang, karena oleh warga dipercaya bisa mendapat keberkahan.

Salah satu warga setempat, Sumarni mengaku selalu mengikuti tradisi nyadran ini, karena selain menjaga tradisi yang sudah turun temurun, kegiatan ini juga untuk mendoakan leluhur dan orang tua.

"Selalu ikut setiap tahun jelang puasa, karena makam orang tua juga di sini, jadi untuk mendoakan orang tua untuk memohonkan ampunan dosa sebelum menghadapi bulan Ramadan," katanya.

Pewarta: Heri Sidik
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016