Pelepasliaran burung jalak putih itu dihadiri oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, pejabat dan staf ahli Menteri, Ketua Perhimpunan Kebun Binatang se-Indonesia (PKBSI), beberapa lembaga konservasi (LK) dan LSM di Cisarua, Sabtu.
"Pelepasliaran ini bertujuan untuk mengembalikan serta meningkatkan populasi jalak putih di alam," kata Direktur TSI Cisarua Tony Sumampau.
Ia mengatakan, jalak putih merupakan burung endemik Indonesia, yakni di Jawa, Bali dan sebagian Nusa Tenggara Barat.
Status burung tersebut dilindungi. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa serta tertuang dalam Undang-Undang No 5/1994 burung itu dinyatakan berstatus kritis atau "critically endangered oleh IUCN.
"Keberadaannya semakin terancam oleh hilangnya habitat serta maraknya perburuan liar," katanya.
Burung jalak putih merupakan hasil tangkaran Taman Safari Indonesia yang dilepasliarkan di lokasi exhibit jerapah.
Dari kajian habitat yang telah dilakukan dengan Burung Indonesia dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Taman Safari Indonesia telah menjadi rumah bagi kurang lebih 70 spesies burung.
Area Taman Safari Indonesia memiliki kondisi alam yang masih terjaga sehingga sesuai dan dapat memenuhi kebutuhan tinggal serta pakan setelah dilepasliarkan, SDM yang memadai pun dapat menunjang keamanan dari satwa tersebut.
Selain pengembangbiakan jalak putih dan kajian habitat, sebelum pelepasliaran telah dilakukan sosialisasi bekerja sama dengan BKSDA Bogor dan TN Gunung Gede Pangrango ke masyarakat di lima desa dari dua kecamatan serta institusi pendidikan yang berada di sekitar Taman Safari Indonesia.
"Peran masyarakat sekitar sangatlah penting, terutama setelah jalak putih dilepasliarkan. Mereka pun telah berkomitmen untuk ikut serta menjaga satwa burung ini," katanya.
Sosialisasi juga dilakukan ke institusi pendidikan bertujuan untuk mengenalkan jalak putih sekaligus membangun kepedulian serta menanamkan rasa cinta terhadap satwa dan alam dari usia dini.
Dalam acara tersebut, Menteri LHK juga menyerahkan orangutan dan burung paruh bengkok ke lembaga konservasi, serta harimau sumatera Giring.
"Orangutan yang diserahkan merupakan hasil repatriasi dari Thailand yang tidak dapat dilepasliarkan karena sudah terlalu dewasa dan telah sering berinteraksi dengan manusia.
"Burung paruh bengkok merupakan hasil penyerahan masyarakat tidak dapat dilepasliarkan seperti lainnya karena kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan," kata Tony.
Sementara "Giring" merupakan harimau sumatera dari Bengkulu yang terpaksa dititipkan di Pusat Penyelamatan Harimau Sumatera di Taman Safari Indonesia karena konflik dengan penduduk sekitar dan kondisi kesehatan yang minim sehingga sulit untuknya tetap berada di alam bebas.
Pewarta: Laily Rahmawati
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2016