Jakarta (ANTARA News) - Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Sumarsono akan meluruskan sejumlah Peraturan Daerah yang dianggap diskriminatif dan belum menyeluruh.Substansi kita paham. Cuma bahansanya saja terkesan diskriminatif. Misalnya seluruh rumah makan dilarang buka, berarti enggak hanya warung kecil dong. Jadi tidak lantas dikaitkan dengan agaman tapi bagaimana nilai setiap warga negara diberlakukan sam
Pelurusan sejumlah Perda ini berkaitan dengan polemik yang terjadi pada salah satu Perda di Kabupaten Serang, Banten terkait penutupan rumah makan selama Ramadan yang menuai pro kontra di masyarakat.
"Substansi kita paham. Cuma bahasanya saja terkesan diskriminatif. Misalnya seluruh rumah makan dilarang buka, berarti enggak hanya warung kecil dong. Jadi tidak lantas dikaitkan dengan agama tapi bagaimana nilai setiap warga negara diberlakukan sama," kata Sumarsono seusai Konferensi pers di Kantor Kemendagri, Kamis.
Namun, Sumarsono belum menyebutkan secara detil berapa banyak Perda yang dianggap diskriminatif ini.
Yang jelas, setelah pembagian Perda yang dianggap menghambat ekonomi ini selesai, pemerintah mulai memfokuskan diri pada klusterisasi Perda lainnya.
"Tahap berikutnya pengelompokkannya tentang pertengangan dengan peraturan lebih tinggi misalnya. Atau bertentangan dengan nilai pancasila dan cenderung diskrimnasi. Itu bisa jadi prioritas," ucap dia.
Pihaknya pun enggan menargetkan kapan penghapusan Perda yang dianggap tidak efektif ini akan selasai.
"Aspirasi harus ditampung. Tapi tanpa menabrak UU yang lebih tinggi. Yang membatalkannya gubernur, mendagri hanya memberi masukan dan saran," ucapnya.
Dalam menangani Perda yang dianggap diskriminatif, pihaknya pun memiliki proses tersendiri mulai dari diskusi dengan kepala daerah, tokoh agama, dan lainnya untuk menyamakan pemahaman.
"Enggak langsung batal, tapi ada proses demokratisasi menampung aspirasi masyarakat," ucapnya.
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016