• Beranda
  • Berita
  • Rumah sakit di Jatim keluhkan antrean jadi anggota BPJS

Rumah sakit di Jatim keluhkan antrean jadi anggota BPJS

19 Juni 2016 06:41 WIB
Rumah sakit di Jatim keluhkan antrean jadi anggota BPJS
Ilustrasi. (ANTARA FOTO/Ampelsa)
Surabaya (ANTARA News) - Persatuan Rumah Sakit Indonesia (Persi) Wilayah Jawa Timur mengeluhkan lamanya antrean keanggotaan beberapa rumah sakit menjadi RS Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Sosial (BPJS) Kesehatan.

"Beberapa RS mengeluhkan lamanya perizinan keluar, padahal RS sudah menyiapkan sarana dan prasarana untuk fasilitas semua kelas BPJS, seperti tenaga kesehatan, pelayanan, dan fasilitas," kata Ketua Persi Jatim Dr. Dodo Anondo MPH di Surabaya, Minggu.

Ia mengatakan aturan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bahwa RS diwajibkan bergabung dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada 2019, telah membuat RS terus berbenah.

"Beberapa RS saat ini terus membenahi diri dan mendaftarkan diri untuk bisa melayani pasien BPJS. Sebelum menjadi RS yang layak menangani pasien BPJS, RS juga harus terakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS)," jelasnya.

Menurut dia, beberapa RS di Surabaya yang mengurus perizinan BPJS seperti RS Siloam, RS Bedah Manyar dan RS Husada Utama. Mereka telah mengajukan perizinan BPJS, namun hingga saat ini belum ada putusan dari BPJS.

"Untuk mendukung BPJS semua sudah siap, apalagi di provinsi juga mendukung, tetapi dari BPJS yang sering terlambat, seperti di RS Husada Utama baru dilakukan predensial pada Jumat (17/6), padahal kami sudah menyiapkan 55 tempat tidur untuk BPJS," terangnya.

Akhirnya, lanjutnya, pihak RS Husada Utama belum bisa menerima pasien BPJS meskipun sudah memiliki sarana prasarana yang lengkap karena harus menunggu Surat keputusan dan rekomendasi dari BPJS.

"Persi juga telah memberikan sosialisasi pada rumah sakit tentang keuntungan dan kelemahan BPJS, sehingga rumah sakit bisa segera mendaftarkan diri sebagai penyedia layanan BPJS," tuturnya di sela ulang tahun le-10 RS Husada Utama Surabaya itu.

CEO Rumah Sakit Husada Utama itu menyatakan sosialisasi pada RS diperlukan agar RS tidak ketakutan akan kerugian saat menerima pasien BPJS, apalagi paket BPJS yang kadang-kadang tidak sesuai dengan kebutuhan standar pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.

"Rumah sakit yang sudah BPJS juga ada yang masih merasa paketnya belum pas, padahal sempat ada permintaan pembedaan tarif antara rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta, tetapi belum ada hasilnya hingga sekarang," ujarnya.

Ia mengungkapkan ketakutan RS itu dinilai wajar karena masih dalam proses sehingga Persi terus memberikan pemahaman terkait pengelolaan RS agar bisa menyiasati pembiayaan BPJS.


Pewarta: Indra Setiawan/Laily Widya
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016