"Kedaulatan kita tidak bisa ditawar-tawar, secara hukum internasional kita berada pada posisi yang sangat kuat," kata Pandjaitan, di Jakarta, Rabu sore.
Selain menangkap Han Tan Cou 19038 dan tujuh anak buah kapalnya, TNI AL juga menahan mereka di Pangkalan TNI AL Silang Bawang, Pulau Natuna. "Ya tidak salah dong, itu prosedur internasional. Untuk proses diplomasi juga tetap berjalan terus, karena diplomasi tidak akan pernah berhenti," ujarnya.
Han Tan Cou 19038 ditangkap KRI Imam Bonjol-383 di perairan zone ekonomi eksklusif Indonesia di barat laut Pulau Natuna. Di perairan zone ekonomi eksklusif, siapapun boleh berlayar lintas damai.
Namun jika keberadaan kapal asing memiliki motif ekonomi maka harus mendapat izin dari Indonesia, dan jika diketahui melanggar teritorial maka harus dilakukan tindakan tegas berupa penangkapan, ujarnya.
"Tangkapnya pun ada prosedurnya secara internasional. Pertama diberi peringatan, terakhir tembak haluan dan tembak buritan (kapal)," ujar Pandjaitan.
Dalam konferensi pers, Panglima Komando Armada Indonesia Kawasan Barat TNI AL, Laksamana Muda TNI Achmad Taufiqoerrohman, mengatakan, Han Tan Cou 19038 ditangkap saat didapati tengah menebar pukat harimau.
"Tangkapnya pun ada prosedurnya secara internasional. Pertama diberi peringatan, terakhir tembak haluan dan tembak buritan (kapal)," ujar Pandjaitan.
Dalam konferensi pers, Panglima Komando Armada Indonesia Kawasan Barat TNI AL, Laksamana Muda TNI Achmad Taufiqoerrohman, mengatakan, Han Tan Cou 19038 ditangkap saat didapati tengah menebar pukat harimau.
Sebetulnya bukan Han Tan Cou 19038 saja yang ada di perairan itu melainkan ada 11 kapal ikan lain China, akan tetapi bisa kabur.
Tidak lama setelah kapal ikan China itu ditangkap, datang kapal Penjaga Pantai China yang meminta agar Han Tan Cou 19038 dilepaskan. Permintaan itu ditolak komandan kapal KRI Imam Bonjol-383.
Setelah penangkapan itu, China melayangkan protes resmi karena mereka merasa masih melakukan penangkapan ikan di wilayah perairannya, sementara Indonesia tidak mengakui klaim itu.
Pewarta: Roy Bachtiar
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016