Rumpon liar tersebut sudah diamankan oleh tim pengawas perikanan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Tenau Kupang, Nusa Tenggara Timur, Rabu sore.
Operasi pembersihan rumpon di wilayah perairan NTT itu melibatkan pula sejumlah nelayan Kupang yang berbasis di PPI Tenau Kupang di bawah pimpinan Sekretaris Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) NTT Wahid Wham Nurdin serta beberap petugas dari Dinas Kelautan dan Perikanan NTT.
Rumpon-rumpon liar yang berhasil disita dalam operasi tersebut berada di wilayah perairan selatan Pulau Timor pada titik koordinat 11 derajat 14 343" LS, 123 derajat, 50 47" BT, dan 11 derajat, 19 25 " LS, 123 derajat 56 10" BT.
Kontributor Antara Biro NTT yang ikut serta dalam operasi tersebut melaporkan, dalam operasi lanjutan mengamankan sebuah rumpon di perairan Pulau Sabu pada titik koordinat 11 derajat, 24 59 LS, 122 derajat 47, 22" BT.
Lokasi rumpon terakhir di Laut Sawu pada koordinat 10 derajat, 00 57" LS, 122 derajat, 05 53" BT, berdasarkan laporan yang disampaikan nelayan Kupang kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat berkunjung ke Kupang, Minggu (12/6).
Kapten KM Orca-04 Eko Priyono mengatakan rumpon semi permanen yang disita tersebut ditelusuri berdasarkan data koordinat titik-titik rumpon yang dilaporkan para nelayan Tenau kepada Ibu Menteri Susi Pudjiastuti saat berkunjung ke Kupang.
"Kita telusuri berdasarkan data dari para nelayan meskipun dari titik-titik koordinat yang diberikan tidak banyak ditemukan adanya rumpon saat pemeriksaan," katanya kepada Antara.
Ia menduga bisa saja rumpon tersebut hanyut terbawa arus karena tidak permanen atau sebelumnya sudah diambil pemiliknya, karena mendengar akan adanya kegiatan operasi atas perintah langsung dari Menteri Kelautan dan Perikanan.
Meskipun tidak semua wilayah perairan ditelusuri, kata dia, keberadaan rumpon yang selama ini menghalau migrasi ikan secara alamiah di perairan NTT itu memang benar terjadi sebagaimana dilaporkan oleh nelayan Kupang.
Kapten Eko Priyono berharap hasil penertiban rumpon liar tersebut ke depan dapat memperlancar aktivitas para nelayan di provinsi berbasis kepulauan itu sehingga bisa memperbanyak hasil tangkapan ikan untuk meningkatkan perekonomian mereka.
Ketua tim operasi dari pihak nelayan Wahid Wham Nurdin mengapresiasi langkah petugas KKP membantu para nelayan untuk menertibkan rumpon dengan menyediakan kapal pengawas yang bisa memperlancar kegiatan operasi ke berbagai wilayah perairan NTT.
"Kami nelayan sangat mengapresiasi upaya petugas pengawas perikanan dari KKP yang sudah membantu nelayan untuk operasi pemberantas rumpon liar di perairan NTT, karena dengan kapal pengawas kita bisa menjangkau ke berbagai titik-titik rumpon," katanya.
Meskipun demikian, pihaknya menduga kuat informasi adanya operasi rumpon sudah dibocorkan oleh oknum tertentu semenjak pengumuman yang disampaikan oleh Menteri KKP Susi Pudjiastuti saat melakukan kunjungan kerja ke Tenau Kupang pada Minggu (12/6).
Dalam kunjungan kerja tersebut, Menteri Susi menegaskan bahwa rumpon yang ditanam di perairan tidak memiliki izin dan sangat mengganggu keberadaan ikan dan biota laut lainnya sehingga perlu diberantas.
"Sangat mungkin informasi operasi rumpon ini sudah bocor ketika penyampaian tegas dari ibu Menteri Susi, sehingga pihak yang memasang rumpon langsung mengamankan lebih awal sebelum operasi," katanya.
Ia mengatakan alasannya data koordinat rumpon dari nelayan tersebut banyak yang berbeda dengan temuan di perairan.
"Dari sekitar 40-an titik koordinat yang ditelusuri hanya diperoleh empat rumpon, Ini sebuah indikasi kuat bahwa rencana operasi tersebut sudah bocor ke para nelayan yang memasang rumpon tersebut, katanya.
Wham Nurdin menambahkan para nelayan tetap melakukan pemantauan rumpon di perairan ketika melaut untuk menjaga-jaga adanya aksi oknum yang memasang kembali rumpon-rumpon tersebut.
"Kita sudah koordinasikan langsung dengan pihak pengawas dari KKP, kalau ada lagi ditemukan maka nelayan bisa memberantasnya sendiri atau melaporkan ke petugas keamanan laut," katanya.
Pewarta: Aloysius Lewokeda
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016