Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi disebut jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) meminta percepatan pengiriman berkas anak perusahaan Lippo Group yang sedang bersengketa di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).... dia itu yang kendalikan semuanya."
"Pada 30 Maret berkas PK perkara niaga PT Across Asia Limited (AAL) dikirim ke MA di mana sebelum berkas perkara dikirimkan, Edy Nasution dihubungi oleh Nurhadi Sekretaris MA yang meminta agar berkas perkara niaga PT AAL segera dikirim ke MA," kata Ketua JPU KPK, Fitroh Rochcahyanto.
Ia membeberkan hal itu dalam sidang pembacaan dakwaan untuk terdakwa Doddy Aryanto Supeno di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu.
Doddy selaku pegawai PT Artha Pratama Anugera dalam perkara itu didakwa bersama-sama dengan Eddy Sindoro selaku Presiden Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro, Ervan Adi Nugroho yang merupakan Presiden Direktur PT Paramount Enterprise International.
Selain itu, Wresti Kristian Hesti sebagai bagian hukum PT Artha Pratama Anugerah dan Hery Soegiarto selaku Direktur PT Metropolitan Tirta Perdana menyuap Panitera PN Jakpus Edy Nasution senilai Rp150 juta agar Edy Nasution menunda proses pelaksanaan peringatan atau tegurtan (aanmaning) terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) dan menerima pendaftaran Peninjauan Kembali (PK) PT AAL, meski telah lewat batas waktu.
Dalam perkara pertama, dikemukakan JPU KPK, anak perusahaan Lippo Group, yaitu PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) harus segera membayarkan ganti rugi perkara perdata kepada PT KYMCO senilai 11,1 juta dolar Amerika Serikat (AS).
Eddy Sindoro kemudian memerintahkan Wresti untuk mengupayakan penundaan eksekusi perkara perdata.
Wresty menemui Edy Nasution dan setuju untuk menunda ekseusi dengan balasan Rp100 juta yang diserahkan Doddy pada 18 Desember 2016.
Para perkara kedua, dikemukakan JPU KPK, berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung 31 Juli 2013 PT AAL dinyatakan pailit.
Atas putusan kasasi tersebut hingga batas waktu 180 hari PT AAL tidak melakukan upaya PK. Untuk menjaga kredibilitas PT AAL yang sedang ada perkara di Hong Kong, Eddy Sindoro pada pertengahan Februari 2016 memerintahkan Wresti melakukan pengajuan PK meski waktunya sudah lewat dengan balasan Rp50 juta kepada Edy Nasution yang diberikan melalui Doddy pada 20 April 2016.
Menurut jaksa Fitroh, dalam perkara itu Eddy Sindoro adalah pengendali dari permintaan-permintaan Lippo Group.
"Eddy itu pengendali, kita sebut dia sebagai Presiden Komisaris walau secara formal tidak ada, tapi bicara fakta materiilnya, dia itu yang kendalikan semuanya," katanya seusai sidang.
Berkaitan dengan peran Nurhadi, yang juga sudah dicegah bepergian keluar negeri dalam perkara itu, masih dapat tetap dikembangkan, ujarnya.
"Nurhadi nanti akan dikembangkan. Ini nanti penerimanya kemungkinan tidak hanya ini. Misalnya, si Sindoro ternyata memberikan bukan lewat terdakwa ini," katanya.
Fitroh menambahkan, masih terbuka Doddy pun terlibat sebagai perantara pemberian uang di kasus lain mengingat KPK punya bukti-bukti sadapan percakapan telepon terkait pemberian uang
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2016