Surabaya (ANTARA News) - Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Perwakilan Jawa Timur mengaku prihatin dengan angka pernikahan di daerah ini yang pada tahun 2015 jumlahnya mencapai 3.000 pasangan.Data itu berdasarkan permintaan dispensasi menikah di bawah umur ke Pengadilan Agama Jawa Timur."
"Data itu berdasarkan permintaan dispensasi menikah di bawah umur ke Pengadilan Agama Jawa Timur," ujar Kepala BKKBN Jatim Dwi Listywardhani kepada wartawan di Surabaya, Rabu.
Sedangkan pada 2016, pihaknya belum menerima laporan pasti karena masih dalam proses pendataan, namun catatan Januari hingga Mei tahun ini di sejumlah daerah, diakuinya cukup tinggi.
"Di Kabupaten Malang ada sekitar 200 permintaan dispensasi dan 100 permintaan di Bondowoso. Untuk sementara penelitian masih di dua daerah tersebut," ucapnya.
Tingginya permintaan dispensasi pernikahan dini, kata dia, karena pasangan ingin diakui secara resmi oleh Negara sehingga harus memiliki surat nikah dari Kantor Urusan Agama (KUA).
Di sisi lain, sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa perempuan boleh menikah jika usianya sudah 16 tahun, dan 19 tahun untuk laki-laki.
"Agar diakui, mereka mengajukan dispensasi dan diketahui jumlahnya cukup tinggi. Ini yang membuat keprihatinan semua," kata Dhani, sapaan akrabnya.
Menurut dia, banyak faktor pasangan usia dini memilih menikah karena sejumlah faktor, seperti tradisi, ekonomi maupun hamil di luar nikah.
"Pengadilan ini sebenarnya juga tidak menginginkan keluarnya dispensasi. Namun, mempertimbangkan kondisi yang mendesak pada kedua mempelai maka diproses pengajuannya," katanya.
Ia menjelaskan, awalnya pasangan mengajukan permohonan nikah di KUA, namun karena tidak mau menikahkan dengan alasan melanggar undang-undang maka diajukan dispensasi ke Pengadilan Agama.
"Pertimbangan dikeluarkannya dispensasi ini untuk menyelamatkan anak dan ibunya. Kemudian agar sang anak nantinya memiliki status," katanya.
BKKBN, lanjut dia, mengakui jika program generasi berencana belum gencar, bahkan kewenangan BKKBN dalam program ini sebatas pemberian pengetahuan maupun informasi saja.
"Kami hanya bisa mengingatkan dan prihatin. Yang jelas ini kaitannya bukan hanya soal pengetahuan, tapi moral dan gaya hidup," katanya.
Tidak itu saja, menurut dia persoalan ini multidimensi dan penyelesainnya harus melibatkan berbagai sektor dengan orang tua memiliki peran strategis.
"Harus diingatkan gaya hidup serta gaya pacaran anak muda sekarang. Orang tua jangan lengah, khususnya yang punya anak remaja," katanya.
Pewarta: Fiqih Arfani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016