Di Indonesia, bayar zakat juga seakan sudah menjadi tradisi dan budaya terutama saat menjelang Hari Raya Idul Fitri tiba.
Hal itu mendorong semakin besarnya potensi zakat yang terkumpul yang mestinya dapat digunakan sebagai sumber alternatif pemberdayaan kaum menengah ke bawah.
Ketua Baznas Bambang Sudibyo mengatakan potensi zakat di Indonesia sangat besar.
Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Baznas bekerja sama dengan IPB pada 2011 yang didasarkan pada PDB 2010 menunjukkan potensi zakat di Indonesia pada 2010 mencapai Rp217 triliun.
"Jika angka tersebut diekstrakulasikan dengan memperhitungkan pertumbuhan PDB tahun-tahun sesudahnya, maka potensi tersebut pada 2015 sudah menjadi Rp286 triliun," katanya.
Di samping itu, rata-rata tahunan pertumbuhan penghimpunan zakat, infak, dan sedekah oleh lembaga-lembaga amil zakat resmi yang dimiliki atau yang diakui oleh pemerintah untuk periode 2002-2015 adalah 38,58 persen, atau jauh melampaui rata-rata pertumbuhan ekonomi nasiobal pada periode tersebut yang hanya 5,42 persen.
"Itu menunjukan bahwa di samping potensi zakat yang sangat besar, ternyata perkembangan kesadaran masyarakat muslim untuk menunaikan zakatnya sungguh sangat menggembirakan," katanya.
Meskipun begitu, ia berpendapat sampai saat ini realisasi penghimpunan zakat ternyata masih kecil.
Pada 2015, penghimpunan zakat infak sedekah secara nasional melalui lembaga amir resmi milik pemerintah dan atau yang diakui pemerintah baru mencapai Rp3,7 triliun.
"Angka ini hanya 1,3 persen dari potensinya. Itu berarti usaha yang sistematis dan ekstra keras diperlukan untuk merealisasikan potensi yang begitu besar tersebut," katanya.
Zakat Payroll
Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pola-pola pembayaran zakat dikembangkan lebih luas untuk mempermudah pembayar zakat menyalurkan zakatnya.
Presiden Jokowi juga mengajak seluruh menterinya untuk menunaikan zakat melalui Baznas.
Saat ini sebagian kementerian telah melaksanakan kewajiban zakatnya sesuai peraturan yang ditetapkan tentang optimalisasi pengumpulan zakat.
Pembayaran zakat tersebut langsung dipotong dari tiap karyawan menerima gaji bulanan (Zakat Payroll System).
Pola-pola itu memang sudah selayaknya dikembangkan namun pada praktiknya masih ada jurang yang lebar antara potensi dan realisasi zakat di Indonesia.
Hartono pegawai Ditjen Pajak Kementerian Keuangan dalam makalahnya menganalisis potensi dan realisasi zakat di Tanah Air.
Menurut dia, adanya perbedaan angka yang cukup besar antara perkiraan realisasi, potensi dan asumsi menyiratkan adanya tabir penutup permasalahan pengelolaan zakat.
"Data tersebut hanya sebagian kecil yang dapat diungkap. Sementara dalam praktiknya, zakat terutama jenis zakat fitrah sebagian besar telah disalurkan muzakki secara langsung kepada yang berhak menerima (mustahik) atau ke masjid, musholla di sekitar tempat tinggalnya," katanya.
Ia menyebutkan betapa potensi zakat yang sangat besar itu sebenarnya dapat menjadi sumber dana masyarakat dan pemerintah selain pajak untuk menggerakan perekonomian, menghapuskan kesenjangan sosial, dan mampu menghapuskan kemiskinan.
Hartono menyarankan agar pengelolaan zakat disusun semakin terintegrasi, tersistem, dan terpadu sehingga menjadikan tujuan zakat tepat sasaran dan membawa Indonesia sejahtera.
Kurang Efektif
Senjangnya potensi dan realisasi hingga pemanfaatan zakat secara lebih terintegrasi menjadi cermin nyata bahwa di Indonesia belum ada aturan pemungutan zakat yang ideal.
Hal itu sekaligus menjadi salah satu penyebab mekanisme pengelolaan dan pendistribusian zakat kurang efektif sehingga belum mampu untuk ikut memberikan solusi terhadap masalah sosial dan kemiskinan secara signifikan.
Ulama dan pemerintah harus benar-benar serius mengakomodasi mayoritas penduduknya untuk menjalankan syariat agamanya.
Widodo Alyusro, Head of QRD Dompet Dhuafa Pendidikan, menyebutkan sejatinya fikih zakat sudah memberikan arahan yang jelas tentang pengelolaan zakat.
"Aturan mengenai siapa saja yang wajib membayar zakat (muzakki) sudah ada. Berapa besaran ketentuan yang wajib dibayarkan sudah jelas. Begitu juga Penerima Zakat (Mustahik), ada delapan penerima zakat yang sudah ditentukan," katanya.
Menurut dia, ada kebebasan dari para muzakki untuk memilih lembaga penyalur zakat yang kredibel. Selain juga menentukan manajemen pada lembaga zakat karena sangat menentukan kepercayaan muzakki untuk berdonasi sebab dengan manajemen yang baik maka akuntabilitas dan transparansi dapat diwujudkan.
Berdasarkan UU no 38 tahun 1999 disebutkan bahwa pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat.
"Sebagai organisasi, lembaga zakat tentu memiliki target yang akan dicapai dalam kurun tertentu," katanya.
Organisasi itu kemudian diharapkan mampu turut serta memperpendek kesenjangan antara potensi dan realisasi zakat di Tanah Air.
Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016