Bincang-bincang dengan Rudi Soedjarwo

17 Juli 2016 13:28 WIB
Bincang-bincang dengan Rudi Soedjarwo
Sutradara Rudi Soedjarwo (ANTARA/Monalisa)
Jakarta (ANTARA News) - Sutradara Rudi Soedjarwo untuk pertama kalinya membuat film pendek "Satu Dalam Kita", bekerja sama dengan Google Indonesia untuk program Ngulik Ramadhan. 

Film berdurasi 5 menit, 12 menit untuk versi yang terbaru, ini menceritakan persahabatan 3 orang anak band yang pergi ke Bali lewat jalur darat saat bulan puasa.

Rudi, yang menyutradarai film layar lebar antara lain "Ada Apa Dengan Cinta", "Mendadak Dangdut" dan "Kambing Jantan: The Movie" ini banyak mendapat wawasan baru berkat film pendek pertamanya ini.

Berikut petikan bincang-bincang beberapa waktu lalu dengan sutradara yang meraih Sutradara Terbaik Festival Film Internasional Bali 2004 untuk "Mengejar Matahari".

Apa perbedaan film panjang dan pendek yang Anda rasakan?
Beda yang pasti, tantangan bagaimana menyampaikan pesan dan informasi dalam waktu lebih singkat. Jantungnya harus benar, jantung itu cerita skrip, dialog harus benar, adegan harus efektif.

Kedua, enaknya syuting lebih pendek. Artinya bagaimana kita menyampaikan, membuat ini dengan waktu lebih pendek tapi punya makna yang sama dengan layar lebar.

Dari sini aku belajar, ternyata 5 menit ini, ketika kita menjalaninya dengan efektif, pesannya jelas, ternyata luar biasa pengaruhnya. Dulu, bukannya aku meremehkan tapi karena nggak pernah, aku merasa, apa sih yang bisa dicapai film pendek untuk pengaruh ke penonton? Tapi, ketika lihat YouTube pengaruh besar, reaksi orang seperti itu, ini suatu yang luar biasa. Impact-nya, kapan sih saya punya penonton 8 juta di layar lebar? Ini cuma 5 menit loh, reaksinya 95% positif. Ternyata punya makna. Itu yang nggak  terbayar bahkan di layar lebar sekali pun.

Gimana cara milih cerita supaya pesan sampai?
Sebetulnya memilih mana adegan yg efektif saja. Jadi, dialog ini perlu, adegan ini penting, kita butuh pemain-pemain yg bisa menyampaikan itu. Kan nggak cuma dialog, pemain juga bagian yang mengirim itu. Kalau yang mengirim tepat, pesannya akan lebih cepat dan tepat. 

Kombinasi resep itu lah, ditambah tim kreatif dan agensi. Memastikan mau lima menit, dua belas menit, tetap sampai. 

Jadi, sebagai sutradara harus super jeli?
Harus super peka, kalau jeli doang terkadang di mata oke, tapi sebetulnya nggak. Kalau sudah capek apalagi. Peka, yang kayak gini bisa nggak, ya seperti itu. 

Agak ngeri ketika kita sudah upload dan reaksi tidak sesuai dengan yang diharapkan. Apalagi bawa brand.

Post-produksi film ini berapa lama?
Post-production agak lama, sekitar 2 minggu. Pre-production sebulan.

Kenapa pakai pemain baru?
Kan kita dari awal sudah men-set bahwa ketika ingin penonton percaya hal ini benar terjadi dalam sebuah persahabatan, nggak mungkin pakai pemain yang sudah terkenal. Itu kan berarti di-stage banget, seolah-olah direkayasa. Kalau ini kan kita bisa khalayak orang pada umumnya mereka  yang kita jadikan sample persahabatan, biar bisa lebih kena di hati. Belum tentu mereka kena di hati, lho, berasa banget mereka orang yang dibayar untuk menyampaikan dialog ini. Itu kita nggak sadari tapi pasti pengaruh. Kalau ini jadi lebih real, alami.

Proses kreatif film ini bagaimana?
Creative agency, klien dan kita harus senada dan saling melengkapi. Kalau nggak, nanti berat sebelah di penjualan atau emosi kelebihan. Asyiknya, kita sama-sama memahami. Seberapa cukup untuk buat target pasar, mereka tahu betul dengan target ini, gambar ini, dialog seperti ini, kesederhanaan dapat. Itu yang saya belajar banyak.

Terkadang kan suka-suka kita. Tapi, ini saya belajar banyak memang semua based on research baru kita bisa menentukan kayak apa, jadi, nggak meleset. 

Berarti bukan Rudi Soedjarwo buat sendiri lalu kasih ke Google?
Oh, nggak. Mereka mencari sutradara yang tepat.

Mau buat film pendek lagi?
Aku mau lagi. Film pendek ternyata asyik kalau kayak gini. Yang bikin aysik itu tema yang diusung. Dialognya sederhana, misalnya "Masa lo gue biarin puasa sendirian sih". Kalau teman ngomong gitu kan, 'gila' menurut gue. Kadang kan kita punya ekspektasi ke teman kita, dipatahkan, ya kan teman. Kalau menurutku, persahabatan yang kita idamkan yang kayak gini lah.

Kadang kita nggak menyadari omongan sesederhana itu membuat kita sebagai sahabat itu berasa banget. Aku belajar buat film pendek, cerita nggak sekedar bagus, tapi harus punya makna. Menurutku tema persahabatan nggak ada habisnya sih, mau ngambil bagian mana.

Aku merasa tema persahabatan kayak gini harus lebih banyak diangkat di layar lebar.

Sekarang ini banyak video blogging di YouTube, bagaimana melihatnya?
Bagusnya ada YouTube begitu, memudahkan mereka mengekspose apa yang mereka punya. Media yang kita bisa lihat potensi bakat yang ada di sana, baik cerita, filmmaker, aktor, penulis, semua ada di situ. Kalau industri film membutuhkan, tinggal cari di situ, banyak yang bagus.

Yang nggak kalah penting, networking. Dulu, kita nggak tahu kan, dengan begitu kita bisa buat massa sendiri, komunitas, akhirnya mungkin bisa hidup dari situ.

Sudah memanfaatkan YouTube?
Aku baru tahu dari sini. Aku tadinya nggak tahu bisa sejauh mana. Ketika ikut ini, baru tahu bahwa Google bisa ngapain aja, YouTube bisa ngapain aja, baru buka channel.

Sebelumnya memang sudah, tapi nggak aktif. Nge-post males-malesan. Sekarang ketika sudah tahu dan ternyata bisa berpengaruh banget, akan lebih memaksimalkan lagi. (*)


Oleh Natisha Andarningtyas
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016