1. Fungsi kontrol. Dea memanfaatkan teknologi barcode agar semua proses bisnis tercatat rapi. Tidak ada yang bisa mencari celah untuk berbuat hal curang.
"Cari orang yang bisa dipercaya hingga kita bisa delegasikan kontrol itu," kata Dea dalam pembukaan Astra Start-Up Challenge di Jakarta, Kamis.
2. Branding. Tentukan target market sejak awal agar bisa menjalankan marketing yang tepat. "Target market saya usia 25-35 tahun, jadi saya pilih Facebook ketimbang Instagram," kata Dea yang telah merambah pasar di luar Indonesia, seperti Norwegia, Jepang, Australia dan Amerika Serikat.
Facebook dianggap lebih populer di kalangan orang-orang yang menjadi target marketnya, sedangkan Instagram lebih disukai mereka yang lebih muda. "Brand image dibangun dari awal, jadi kita harus menjaga terus kepuasan customer," imbuh dia.
3. Jiwa kepemimpinan.
Menjadi bos bukan berarti hanya bisa menyuruh anak buah. Ia harus punya kemampuan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi karyawan.
4. Menyejahterakan karyawan. Karyawan adalah aset perusahaan. Tanpa karyawan, bisnis takkan bisa berjalan dengan baik. Dea berusaha memenuhi kebutuhan dasar karyawan agar produksi tak terhambat. "Kebutuhan tempat tinggal dan makan saya sediakan," katanya. "Kalau basic needs mereka terpenuhi, penjahit-penjahit kerjanya juga (dengan hati) tenang," imbuh Dea yang awalnya berbisnis karena ingin mengumpulkan dana untuk biaya S2.
Ia juga selalu mendengarkan saran dari karyawan untuk memperbaiki hal-hal yang belum maksimal.
"Pemimpin tidak boleh merasa pintar sendiri," kata pebisnis yang telah memiliki 85 penjahit ini.
Selain itu, Dea berpendapat pebisnis harus berkontribusi pada masyarakat, seperti memberdayakan warga sekitar dan mereka yang berkebutuhan khusus.
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016