Sebelum diserahkan kepada Kejaksaan Agung, dilakukan gelar barang bukti dan tersangka dipimpin Dirjen Penegakan Hukum Kementerian LHK, Rasio Ridho Sani di Gedung kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, Rabu.
"Banyak sekali kasus-kasus terkait kejahatan perdagangan ilegal TSL, ini menunjukkan ancaman-ancaman terhadap kelestarian ekosistem kita menjadi sangat tinggi," ujar Rasio.
Menurut dia, terdapat tiga penyebab kejahatan TSL, yakni adanya peluang atas longgarnya pengawasan dan penjagaan kawasan hutan sehingga mudah dimasuki pemburu yang melakukan kejahatan ilegal.
Kemudian, tambahnya, tingginya permintaan masyarakat terhadap produk-produk ilegal tersebut, serta hukuman dan efek jera kepada pelaku kurang tinggi.
Sementara itu, berkas tersangka yang berinisial ESWK, warga Kedoya Selatan, Jakarta Barat telah dinyatakan P21 oleh kejaksaan agung pada April lalu, dan selanjutnya kasus tersebut akan disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK Muhammad Yunus pun menegaskan komitmen dalam upaya penegakan hukum terhadap kejahatan TSL.
"Kementerian LHK tidak main-main untuk menyelesaikan kasus-kasus terutama kejahatan perdagangan satwa ilegal dan peredaran satwa yang dilindungi dan mengimbau semua pihak untuk memberi informasi apabila mengetahui adanya kasus-kasus TSL melalui mekanisme laporan pengaduan kami," jelasnya.
Kasus tersebut berawal dari operasi penertiban peredaran satwa liar berdasarkan Surat Perintah Tugas Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan No.PT.13/XI/PPH-2/2016 tanggal 15 Januari 2016.
Petugas menggeledah rumah ESWK di Jl. Raya Musirin 1 No. 35 A Rt. 010/002 Kelurahan Kedoya Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, dan menemukan sejumlah barang bukti.
Barang bukti tersebut berupa satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup dan mati, yaitu burung elang hidup dan beberapa berupa opsetan lengkap, opsetan setengah badan, kulit utuh dan potongan, dengan jumlah total 32 buah yang bernilai ratusan juta rupiah.
Pewarta: Subagyo
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016