"Pemerintah diminta untuk melakukan monitoring (pengawasan) dan mencegah terjadinya hal-hal yang tidak dibenarkan dalam badal haji," kata Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Abdul Djamil saat ditemui di Hanggar GMF AeroAsia, Cengkareng, Tangerang, Kamis.
Dia mengatakan badal haji berpotensi untuk disalahgunakan masyarakat sehingga Kemenag sebagai kementerian yang mengurusi haji harus melakukan intervensi.
Intervensi tersebut misalnya verifikasi calon anggota jamaah pelaksana badal haji.
Lewat verifikasi, kata dia, Kemenag dapat menentukan calon pembadal haji bisa mendapatkan kuota haji atau tidak.
Djamil mengatakan pihaknya tidak boleh lepas tangan karena jika itu terjadi berarti kementerian melakukan upaya cuci tangan urusan badal haji yang menjadi kewajiban Kemenag.
"Hal ini harus dikontrol. Pemerintah lewat badal haji ini harus melakukan seleksi berapa orang yang dibadalhajikan, lalu siapa yang melakukan badal harus dilakukan identifikasi orangnya secara cermat. Jangan sampai seseorang membadalkan untuk sejumlah orang yang dibadalkan," kata dia.
Upaya verifikasi, kata dia, merupakan bagian dari pengawasan Kemenag.
"Kami memang diminta supaya lebih mengetatkan soal badal haji itu. Siapa yang badal, berapa orang yang dibadalkan, bagaimana prosesnya. Kami lakukan seleksi badal tidak sembarangan dan dengan syarat ketat," kata dia.
Badal haji, kata dia, merupakan ibadah haji yang dilaksanakan oleh seseorang atas nama orang lain yang telah memiliki kewajiban untuk menunaikan ibadah haji.
Akan tetapi, terdapat keadaan orang tersebut uzur atau berhalangan sehingga tidak dapat melaksanakannya sendiri.
Maka pelaksanaan ibadah tersebut diwakilkan kepada orang lain.
Kendala sehingga masuk kategori badal dapat karena yang bersangkutan meninggal, gangguan jiwa atau sakit keras.
"Badal yang kami tangani ini untuk jamaah haji yang berhalangan sehingga belum wukuf di Arafah, misalnya kemudian yang bersangkutan wafat, kami wajib untuk mengelola badal hajinya tersebut," kata dia.
Djamil mengatakan saat ini pihaknya melandaskan hukum badal haji sesuai hasil rembug nasional Muzakarah Perhajian yang diselenggarakan Kemenag awal Agustus 2016.
Di acara diskusi yang diikuti ulama dan ahli perhajian dihasilkan salah satu rekomendasi agar pelaksana badal haji tidak membadalkan haji lebih dari satu orang.
Artinya, satu orang pelaksana badal hanya bisa membadalkan satu orang.
"Pembadal harus satu orang untuk satu yang dibadalkan, karena ada biayanya. Tidak boleh karena mengejar honor yang banyak kemudian dia menyanggupi sejumlah badal," kata dia.
Dalam kesempatan tersebut, Djamil menegaskan jika badal haji bukan diperuntukkan bagi badal haji di luar jamaah haji yang ada di daftar Kemenag.
Artinya, orang yang dibadalkan hajinya itu sudah sempat terdaftar atau berangkat ke Tanah Suci tetapi karena berbagai kendala, seperti wafatnya calon haji, sehingga tidak dapat melaksanakan prosesi haji Wukuf Arafah.
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016