"Alat pemerah ASI ini dilengkapi dengan sensor. Jadi bisa menyesuaikan produksi ASI dari tubuh," kata Kurniawati Puji Lestari, salah satu mahasiswa pencipta alat itu di Semarang, Jumat.
Hal itu diungkapkan saat menunjukkan cara kerja alat pemerah ASI automatis yang dilengkapi "bra" beserta korsetnya di hadapan Wakil Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu.
Mahasiswa semester lima Fakultas Teknik Udinus itu, menjelaskan alat tersebut praktis karena perempuan yang sedang dalam masa menyusui tinggal mengenakannya karena sudah dilengkapi "bra" dan korset.
"Dengan adanya microcontroller, alat ini akan menyesuaikan produksi ASI. Kalau produksi banyak, alat ini memompa lebih cepat, namun kalau produksi ASI sedikit pemompaannya melambat," katanya.
Apabila produksi ASI berhenti, kata dia, alat yang dikerjakan oleh tim yang beranggotakan lima mahasiswa dalam waktu sekitar tiga bulan itu juga tidak akan bekerja untuk memompa ASI.
"Biaya produksi alat ini sekitar Rp1,5 juta/unit, namun kalau diproduksi massal harapannya bisa kurang dari itu," katanya, didampingi Fitara Maryuana yang juga anggota tim tersebut.
Kurniawati dan Fitara bekerja sama dengan tiga kawannya, yakni Rizki Nur Wahyuni, Muhammad Ilhami, dan R. Rizky Riharja menciptakan alat itu karena terinspirasi kesibukan perempuan karier.
"Banyak ibu rumah tangga beralih profesi jadi wanita karier. Mereka jadi jarang memberikan ASI secara eksklusif karena kesibukannya. Dengan alat ini, bisa memerah ASI sembari bekerja," katanya.
Alat yang dinamai "Portable Pumping Bra" itu juga sudah diuji coba pada lima responden yang semuanya mengakui manfaat alat itu yang sekarang ini sedang dalam proses pengajuan hak paten.
Ita, sapaan akrab Hevearita selaku Wakil Wali Kota Semarang mengapresiasi hasil kreatif lima mahasiswa itu yang bisa membantu perempuan karier dalam memberikan ASI eksklusif.
"Jadi, sambil kerja bisa memerah ASI. Tidak perlu lagi masuk ke ruang laktasi untuk memerah ASI, sebab alat ini juga sudah dilengkapi semacam bra yang bisa dikenakan sehari-hari," katanya.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016