"Pembangunan Rusunawa Cengkareng Barat kami batalkan, karena kepemilikan lahan yang tidak jelas sampai sekarang," kata Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa.
Menurut pria yang lebih akrab disapa Ahok sehari-hari itu, lahan di Cengkareng Barat itu memang sudah tercatat sebagai aset milik Pemprov DKI Jakarta walaupun tidak ada sertifikatnya. Pencatatan aset lahan itu sendiri sudah berlangsung sejak lama.
"Lahan itu sudah lama kami kuasai. Berdasarkan undang-undang, kalau tanah itu sudah lama kami kuasai, maka boleh dicatat sebagai aset. Aset negara yang dikuasai oleh pemda adalah aset pemda," ujar Ahok.
Selain masalah kepemilikan lahan, dia menuturkan pembatalan tersebut juga dilakukan mengingat anggaran yang dibutuhkan untuk membangun Rusunawa Cengkareng Barat itu masih kurang.
"Kami sudah hitung-hitung. Kalau hanya pakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI saja tidak akan cukup. Makanya, harus ada kewajiban dari pengembang dan lain-lain," tutur Ahok.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan, dengan dibatalkannya pembangunan rusunawa tersebut, maka target pembangunan sebanyak 20.000 unit rusun pada tahun ini berkurang. Dengan demikian, hanya 14.000 unit saja yang dapat dibangun.
"Target kami kan bangun 20.000 unit rusun, tapi sekarang jadinya paling cuma 14.000 unit. Akan tetapi, kami akan terus mencari lokasi lainnya supaya target pemenuhan hunian bagi warga bisa terpenuhi," ungkap Ahok.
Seperti diketahui, Dinas Perumahan dan Gedung Pemda DKI Jakarta membeli lahan yang akan digunakan untuk Rusunawa Cengkareng Barat itu dari perseorangan yang bernama Toeti Noeziar Soekarno dengan harga Rp668 miliar.
Namun di sisi lain, berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), lahan tersebut merupakan kepemilikan Dinas Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan (KPKP) DKI Jakarta. Sengketa kepemilikan lahan antara Dinas KPKP DKI dan Toeti pun bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Pewarta: Cornea Khairany
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016