"Kami menerima pengaduan dari siswa SMA Taruna di Kabuaten Dharmasraya. Ia mengaku ijazahnya ditahan pihak sekolah, padahal bulan ini siswa tersebut akan mendaftar menjadi anggota TNI," kata Asisten Ombudsman Perwakilan Sumbar, Adel Wahidi di Padang, saat dihubungi dari Pulau Punjung, Jumat.
Terkait laporan tersebut, Ombudsman sudah mengirimkan surat dengan Nomor 0121/KLA/0161.2016/pdg-03/VIII/2016 untuk meminta klarifikasi dari pihak sekolah, yang ditembuskan kepada Bupati Dharmasraya, dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan agar mendapatkan perhatian.
Bahkan, katanya, karena mendesak, Ombudsman juga sudah mencoba mengklarifikasi aduan tersebut dengan menghubungi pihak Yayasan Sekolah SMA Taruna melalui telepon seluler, namum sekolah bersikukuh menahan.
"Ini penting, karena terkait masa depan anak bangsa, tidak boleh masa depan siswa terenggut hanya karena tidak punya uang," tegasnya.
Menurut dia, pihak sekolah tidak mengerti dengan ketentuan permintaan sumbangan atau pungutan pendidikan yang sama sekali tidak boleh dikaitkan dengan urusan akademik, rapor, apalagi sampai menahan ijazah.
Karena di dalam Peraturan Pemerintah No.48 Tahun 2008 Pasal 52 huruf F tentang Pendanaan Pendidikan, bahwa pungutan atau sumbangan pendanaan pendidikan harus memenuhi ketentuan, tidak boleh dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik, penilaian hasil belajar peserta didik, dan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan, jelas dia.
"Pihak sekolah tidak dapat menahan ijazah hanya karena siswa belum mampu melunasi tunggakan sumbangan pungutan pendidikannya, tidak peduli apakah itu sekolah negeri ataupun swasta," ungkapnya.
Ia menilai, dana BOS yang kucurkan pemerintah selama ini tidak cukup oleh pihak sekolah, sehingga mengharuskan menahan ijazah yang sudah tentu mengganggu karir, dan kelanjutan masa depan siswa.
Secara terpisah, Kepala SMA Taruna Kabupaten Dharmasraya Syamsuir Djaka, membenarkan terkait penahahan ijazah seorang siswanya atas nama Evi Ningsih, karena belum dapat melunasi tunggakan iuran sekitar Rp10 juta.
Dia mengatakan, ke depanya pihak sekolah tetap akan menahan ijazah siswa yang bersangkutan hingga melunasi uang tunggakan tersebut.
"Ini sudah ketentuan yang ditetapkan sekolah, jadi kami tidak dapat berikan sebelum iuran tersebut dilunasi," tegasnya.
Dia menambahkan, pihak sekolah sebenarnya sudah sering memberikan toleransi kepada siswa hanya karena tidak membayar iuran, misalnya saat akan mengikuti ujian semester.
"Tungggakan SPP siswa ini sudah sejak ia di bangku kelas X, selain itu juga belum membayar uang asrama, uang kostum, dan lainnya. Jika ditotal mencapai Rp10 juta," jelasnya.
Pewarta: Junisman
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016