"Pemberian remisi kepada koruptor dapat mencederai semangat anti-korupsi dan menurunkan kepercayaan publik. Tidak semestinya alasan keterbatasan lapas dan HAM digunakan untuk memberikan remisi kepada napi dalam kasus-kasus korupsi, yang notabene adalah kejahatan luar biasa (extra-ordinary crime). Sebaliknya, pemerintah seharusnya lebih memperberat hukuman bagi para koruptor untuk mendorong pemberantasan korupsi lebih serius," kata Grace dalam siaran persnya di Jakarta, Jumat.
Selain itu, DPP PSI juga menolak revisi PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang dapat memudahkan pemberian remisi kepada napi koruptor.
Bertepatan dengan perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-71, pemerintah memberikan remisi kepada 428 narapidana kasus korupsi. Secara keseluruhan, remisi diberikan kepada 82.015 napi di seluruh Indonesia, mencakup pula 27 kasus terorisme, 12.761 kasus narkoba, serta tindak pidana umum lainnya.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengutarakan niat pemerintah untuk merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 yang dapat memudahkan pemberian remisi kepada napi koruptor.
PP yang ada mensyaratkan remisi dapat diberikan bagi "justice collaborator" untuk pelaku tindak pidana korupsi, terorisme dan narkoba. Pemerintah berdalih bahwa remisi diberikan dengan alasan "over capacity" lapas yang ada di seluruh Indonesia dan pertimbangan hak asasi manusia.
Dari data Kemenkumham, hingga Juli 2016 jumlah napi koruptor yang sebanyak 4.907 orang hanya mencakup 1,92 persen dari total napi di seluruh Indonesia.
Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016