“Optimalisasi pemanfaatan logam merupakan peluang yang baik untuk meningkatkan daya saing produk mother of industry ini,” kata Airlangga Hartarto pada Pembukaan Pameran Produk Logam Tahun 2016 lewat siaran pers di Jakarta, Rabu.
Airlangga menambahkan, industri logam disebut sebagai mother of industry karena produk logam dasar merupakan bahan baku utama bagi kegiatan sektor industri lain, seperti industri otomotif, maritim, elektronika, serta permesinan dan peralatan pabrik. “Salah satu yang perlu dikembangkan saat ini adalah logam rare earth atau tanah jarang,” ujarnya.
Logam tanah jarang, menurut Airlangga, dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan magnet energi. "Material ini telah diaplikasikan untuk mobil hybrid. Kami juga tengah melakukan riset di Balai Besar Logam dan Mesin, Bandung agar bisa dimanfaatkan oleh industri dalam meningkatkan daya saing produk,” paparnya.
Airlangga meyakini, Indonesia memiliki deposit logam tanah jarang dalam jumlah cukup besar seperti di Bangka Belitung, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.
Di samping itu, Airlangga menegaskan, perlu adanya keberpihakan Pemerintah terhadap perlindungan produk industri dasar itu untuk menekan penggunaan jumlah produk impor dan mendorong tumbuhnya industri logam dalam negeri.
Dalam hal ini, Kementerian Perindustrian memfokuskan pada program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). “Program P3DN merupakan salah satu dukungan strategis yang diharapkan menjadi pemicu penggunaan produk logam dalam negeri, terutama terhadap proyek-proyek yang dibiayai oleh APBN,” jelasnya.
Program P3DN merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mendorong masyarakat maupun badan usaha agar lebih menggunakan produk dalam negeri. Selain itu, P3DN dapat memberdayakan industri dalam negeri melalui pengamanan pasar domestik, mengurangi ketergantungan kepada produk impor, serta meningkatkan nilai tambah produk dalam negeri.
“Salah satu bentuk pelaksanaannya adalah dengan mewajibkan instansi pemerintah untuk memaksimalkan penggunaan hasil produksi dalam negeri pada kegiatan pengadaan barang dan jasa yang dibiayai oleh APBN atau APBD,” ujarnya.
Keberpihakan lainnya, lanjut Airlangga, pemerintah terus berupaya menciptakan iklim usaha yang kondusif agar pelaku industri dalam negeri khususnya sektor logam untuk tetap bergairah melakukan investasinya di Indonesia. Data statistik menunjukan bahwa pertumbuhan industri logam pada 2015 sebesar 6,48 persen atau naik dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 6,05 persen.
“Pertumbuhan yang baik ini, disebabkan oleh tingkat pertumbuhan sektor konstruksi yang rata-rata tumbuh mencapai 6,81 persen serta nilai investasi sebesar Rp33,8 triliun dalam periode dua tahun terakhir,” ungkapnya. Airlangga mengharapkan, industri logam nasional bisa berkontribusi lebih besar terhadap perekonomian nasional serta mampu mengisi rantai nilai dari industri hulu sampai hilir.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016