"Gempa bumi Pacitan ini jika ditinjau dari lokasi episenter dan kedalamanya merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat aktivitas subduksi lempeng," kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono melalui press rilis yang diterima koresponden Antara di Trenggalek, Kamis.
Ia menjelaskan, aktivitas subduksi terjadi akibat lempeng Indo-Australia menyusup ke bawah lempeng Eurasia dengan laju sebesar 67 milimeter/tahun.
Fenomena alam tersebut menjadikan Samudera Hindia di selatan Pulau Jawa menjadi kawasan yang rawan gempa bumi dan tsunami, dampak aktivitas subduksi lempeng yang terus berlangsung.
Saat bencana tektonik terjadi kamis siang sekitar pukul 14.36:59 WIB, BMKG mencatat kekuatan gempa sebesar 4,4 SR.
Pusat gempa bumi diidentifikasi terletak pada titik ordinat 8,77 Lintang Selatan dan 111,15 Bujur Timur, tepatnya di bawah laut pada jarak 65 kilometer arah tenggara Pacitan dengan kedalaman sekitar 40 kilometer.
Hasil analisis peta tingkat guncangan (shake map) BMKG, papar Daryono, menunjukkan bahwa dampak gempa bumi berupa guncangan cukup kuat dirasakan di daerah Bantul, Gunungkidul, Pacitan, Ngadirojo, Panggul, dan Munjungan pada skala intensitas II SIG BMKG (II-III MMI).
Di daerah-daerah itu, lanjutnya, beberapa warga dilaporkan banyak yang terkejut dan sempat berlarian keluar rumah untuk menyelamatkan diri akibat guncangan gempa bumi terjadi tiba-tiba.
"Namun demikian hingga saat ini belum ada laporan kerusakan," kata Daryono.
Ia mengatakan, hasil monitoring BMKG menunjukkan hingga saat ini belum terjadi gempa bumi susulan.
"Kepada masyarakat pesisir selatan Jawa dari Bantul hingga Trenggalek diimbau agar tetap tenang mengingat gempa bumi yang terjadi tidak berpotensi tsunami," ujarnya.
Daryono menjelaskan, catatan sejarah gempa bumi menunjukkan bahwa di zona tersebut pada 20 Oktober 1859 pernah terjadi gempabumi kuat (magnitude= 7,5 SR) yang diikuti tsunami kecil.
Selanjutnya pada 27 September 1937 kembali terjadi gempabumi kuat (magnitude= 7,2 SR) dengan skala intensitas mencapai IV-V SIG BMKG (VII-IX MMI) sehingga menyebabkan ribuan rumah rusak berat di Yogyakarta dan Jawa Tengah bagian selatan.
Pewarta: Destyan Handri Sujarwoko
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016