"Banyaknya kapal penangkap cumi yang beraktivitas pada malam hari membuat penyu sisik tidak bisa ke pantai untuk bertelur," kata Kepala Seksi Pengolahan Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) Wilayah II Kuala Pembuang, Seruyan, Budi Suriansyah di Kuala Pembuang, Rabu.
Ia menjelaskan, perairan laut Seruyan merupakan salah satu jalur perlintasan migrasi penyu sisik ke berbagai daerah di Indonesia, karena kawasan pantai gelap, sunyi dan berpasir.
Pesisir pantai laut Seruyan menjadi salah satu lokasi dari penyu sisik bertelur, terutama di pantai Desa Sungai Perlu Kecamatan Seruyan Hilir.
Namun, sejak ramainya aktivitas kapal cumi pada malam hari, petugas patroli TNTP tidak pernah lagi menemukan ada penyu yang mau bertelur ke wilayah pantai.
"Dalam delapan bulan terakhir kita rutin melakukan patroli di wilayah pantai, namun tidak lagi menemukan adanya penyu sisik yang bertelur," katanya.
Kemudian, meski belum ada bukti atau hubungan yang kuat, namun sejak ramainya aktivitas kapal nelayan khususnya kapal cumi, petugas TNTP juga menjadi lebih sering menemukan karapas penyu sisik yang sudah hancur maupun masih utuh ada di pantai.
"Bahkan kita pernah menemukan penyu sisik yang mati dan terdampar di pantai dengan bekas luka terkena jaring," katanya.
Ia menilai, dalam jangka panjang, tingginya aktivitas kapal cumi yang sudah membentengi wilayah perairan laut Seruyan, tidak hanya akan mengancam kelestarian berbagai hewan laut yang dilindungi, tapi juga dapat merugikan nelayan tradisional Seruyan.
"Pada malam hari bisa kita lihat, kapal cumi ini begitu banyak dan rapat seperti membentuk benteng, bukan hanya penyu yang takut menuju pantai, tapi ikan juga jadi tidak bisa masuk ke dalam perairan Seruyan," katanya.
Pewarta: Fahrian Adriannoor
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016