Menurut Badan Aeronautika dan Antariksa Amerika Serikat (NASA), pesawat nirawak yang disebut OSIRIS-REx itu diluncurkan pukul 19.05 dari Cape Canaveral, tempat sekitar 8.000 orang berkumpul untuk menyaksikan roket Atlas V yang membawanya meluncur ke langit petang yang cerah.
Misi berbiaya 800 juta dolar AS (sekitar Rp10,45 triliun) tersebut sekarang melakukan perjalanan menuju Bennu, asteroid seukuran sebuah gunung yang berada dekat dengan Bumi.
Bennu dipilih dari sekitar 500 ribu asteroid di tata surya karena mengorbit dekat jalur Bumi mengelilingi matahari, memiliki ukuran yang tepat untuk penelitian ilmiah dan merupakan salah satu asteroid tertua yang ditemukan NASA.
Tujuan utama OSIRIS-REx adalah mengumpulkan debu dan serpihan permukaan Bennu pada 2020, dan kembali ke Bumi pada 2023 untuk penelitian lebih lanjut menurut warta kantor berita AFP.
Jika semua berjalan sesuai rencana, OSIRIS-REx akan tiba pada Agustus 2018 dan menghabiskan dua tahun selanjutnya untuk memotret dan memetakan permukaan asteroid guna lebih memahami komposisi kimia dan mineralnya, serta memilih lokasi pengambilan sampel.
Pada Juli 2020, pesawat itu akan menyentuh asteroid hanya selama tiga detik untuk mengumpulkan sedikitnya 60 gram batuan dan debu menggunakan perangkat yang disebut Touch-and-Go Sample Acquisition Mechanism dan menyimpan materi itu dalam kapsul pengembalian sampel.
Pesawat itu akan berangkat meninggalkan asteroid pada Maret 2021 dan melakukan perjalanan dua setengah tahun untuk kembali ke Bumi pada September 2023.
Tapi OSIRIS-REx tidak akan mendarat. Dia akan memancarkan satu kapsul kecil berisi sampel asteroid, yang akan mendarat dengan bantuan parasut di Utah Test and Training Range, barat daya Salt Lake City, Amerika Serikat.
Pesawat utama akan tetap berada di orbit sekitar matahari sampai sampel kembali dan melintasi Bumi.
"Pengembalian sampel sungguh merupakan garis terdepan dalam penjelajahan planet," kata peneliti utama OSIRIS-REx, Dante Lauretta dari University of Arizona.
"Ini akan menjadi harta karun materi bagi para ilmuwan," katanya seperti dikutip kantor berita Xinhua.
"Kami harap sampel-sampel ini akan mengandung molekul organik dari awal tata surya yang bisa memberi kita informasi dan petunjuk tentang asal kehidupan," tambah dia.
Para ilmuwan sebelumnya selama puluhan tahun mempelajari potongan asteroid dalam bentuk meteorit, tapi semuanya dengan cepat terkontaminasi ketika jatuh ke Bumi menurut Lauretta.
Ia mengatakan pengembalian sampel dari asteroid primitif akan memungkinkan analisis akurat yang tidak bisa dilakukan di darat.
Perjalanan tujuh tahun OSIRIS-REx juga akan membantu mempelajari bagaimana orbit Bennu terdampak apa yang disebut efek Yarkovsky, dorongan yang tercipta ketika asteroid menyerap cahaya matahari dan melepaskan kembali panas itu sebagai radiasi infra merah, dengan harapan bisa lebih memahami bahaya batuan antariksa dekat Bumi terhadap Bumi.
Bennu yang berdiameter 492 meter digolongkan sebagai objek yang berpotensi bahaya dengan 1 banding 2.700 peluang mempengaruhi Bumi pada abad ke-22.
Lauretta mengatakan orbitnya berubah sampai 160 kilometer karena efek Yarkovsky sejak ditemukan pada 1999.
"Kami sungguh ingin memahami fenomena ini, jadi kami bisa lebih memahami asteroid Bennu menerapkan pemahaman itu pada semua asteroid, tidak di antariksa dekat Bumi, tapi di seluruh tata surya," katanya.
Pesawat pengirim sampel asteroid pertama adalah Hayabusa 1 dari Jepang, yang sukses membawa kembali ribuan butir debu dari asteroid 25143 Itokawa setelah perjalanan antriksa tujuh tahun.
Penerusnya, Hayabusa-2, yang meluncur 2014, sekarang dalam perjalanan menuju asteroid 1993 JU3 pada Juni 2018.
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016