"Kami harap presiden tidak lakukan kesalahan dua kali," kata Fadli di Jakarta, Jumat (16/9).
Ia menilai pengangkatan Arcandra sebagai menteri saat masih berstatus warga negara Amerika Serikat merupakan pelanggaran undang-undang dan ketidakcermatan dalam rekrutmen.
Tim yang berada di lingkaran presiden, menurut politikus Partai Gerindra ini, semestinya melakukan cek dan ricek serta memberi masukan bahwa orang tersebut berstatus warga negara asing.
"Pikirkan secara matang meskipun itu hak prerogatif presiden," kata dia.
Pengangkatan WNA sebagai menteri dinilainya melanggar undang-undang dan bila terus terjadi akan menimbulkan yurisprudensi dan pembangkangan.
"Pikirkan secara matang meskipun itu hak prerogatif presiden," kata dia.
Sebelumnya, Presiden telah memberhentikan Arcandra dari jabatannya sebagai Menteri ESDM pada 14 Agustus 2016 karena diketahui berkewarganegaraan Amerika Serikat.
Kemudian pada 1 September 2016, Menkumham mengeluarkan surat yang mengukuhkan kembali status kewarganegaraan Indonesia bagi Arcandra.
Pengukuhan kembali status kewarganegaraan Arcandra tersebut mempertimbangkan prinsip "non-stateless" atau prinsip yang tidak mengakui asas apatride, berpayung hukum Pasal 23 dan 32-35 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan dan PP Nomor 2 Tahun 2007.
Presiden Joko Widodo masih melakukan pertimbangan mengenai Arcandra Tahar untuk kembali menjabat sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
"Sampai saat ini saya akan melihat dulu masalah yang berkaitan dengan kewarganegaraan, prosesnya," kata Jokowi di Serang, Banten, Minggu (11/9).
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016